Oleh : Ir. Budiarto, MMA
PENDAHULUAN
Agribisnis tebu mempunyai peluang
yang besar, mengingat sampai saat ini Indonesia masih mengimport gula, di
samping itu dukungan sumberdaya juga tersedia cukup. Akan tetapi realitasnya
agrisbisnis tebu masih belum menjanjikan, karena HPP Gula di tingkat petani
masih relatif tinggi, sehingga pada saat ini dan ke depan kalau tidak
diantisipasi juga tidak kompeittif.
Tingginya HPP tersebut secara teknis disebabkan produktifitas hablur
yang masih rendah dan secara ekonomi karena biaya produksi yang tinggi. Secara
teknis penyebab rendahnya produktifitas adalah tingkat kesuburan tanah,
pengairan dan perubahan iklim yang serta tidak diantisipasinya masalah-masalah
tersebut melalui kajian budidaya secara sistematis.
Adapun masalah krusial yang dihadapi dalam pengembangan agribisnis tebu
secara umum adalah skala usaha kecil, cakupan usaha sempit, masa tunggu relatif
lama, kerumitan teknologi, kerumitan manajemen dan rendahnya investasi
alat-alat pertanian di tingkat petani. Sebagai ilustrasi dengan pemilikan lahan
yang rata-rata hanya 0,250 Ha per orang, maka yang bersangkutan akan mengalami kesulitan likuiditas bila
menanam tebu yang waktu tunggunya relatif lebih lama ( 12 – 16 ) bulan. Apabila
SHU Rp 20.000.000,-/Ha, maka dia akan mendapatkan hasil Rp 5.000.000,-per pemilik
dalam waktu selama sekitar 14 bulan. Di samping itu petani juga akan kehilangan
kesempatan untuk mengusahakan tanaman non tebu yang umurnya lebih pendek
seperti padi, jagung dan lain-lain. Oleh karena itu masalah krusial tersebut harus
diatasi dengan baik, agar agribisnis tebu bisa berkembang berangkat dari akar
masalah yang sebenarnya.
Tulisan ini mencoba membuat model agribisnis tebu berbasis sumberdaya yang
terbatas, harus dikelola dengan efetif dan efisien sehingga mampu bersaing di
pasar global. Adapun sasarannya adalah peningkatan produktifitas & produksi
gula, kesejahteraan petani dan perusahaan, melalui pengembangan mix farming
tebu dengan peternakan.
POTRET AGRIBISNIS TEBU
Input Agro Suppley
Tebu yang yang digiling
oleh PG di PTPN10 sebagian besar berasal dari tebu rakyat (TR). Dalam program
TR sudah sejak lama Jenis dan dosis pupuk yang digunakan ditentukan bersadarkan
paket kredit berupa ZA dan Phonskha bersubsidi dengan dosis masing-masing 4 Ku dan
5 Ku per Ha. Solusinya mengingat sebagian besar lahan sudah lama/berkali-kali
ditanami tebu hingga tingkat kesuburannya rendah, maka pemupukannya perlu dikaji
lagi atas dasar analisa tanah, sedangkan pengadaan pupuk tetap dilaksanakan
oleh Koperasai ( KUD/KPTR )
Untuk penggunaan kompos
bagi kebun TS adalah wajib adapun dosisnya 10 – 20 ton/Ha sedangkan untuk PTR
dosisnya 5 – 10 ton/Ha. Kompos yang digunakan dibuat dari blotong dan abu ketel
dan dibuat oleh masing-masing PG sekaligus
dalam pengadaannya.
Bibit merupakan faktor
produksi yang sangat penting, akan tetapi saat ini mutu dan jumlahnya masih
kurang. Sebaiknya pengadaan kebun bibit tingkat tinggi ( G1-G2 ) dilakukan oleh
Penelitian Gula Jengkol, kebun G3 oleh PG sedangkan untuk kebun G4 oleh PG dan
atau PTR dalam bentuk kerjasama.
Penggunaan pestisida dan
bahan-bahan lain di tingkat petani masih masih rendah. Penggunaan pestisida dan
bahan lain dilakukan sendiri oleh petani yaitu membelinya di toko/kios bahan
dan alat pertanian.
Keberadaan energy mulai
dipertimbangkan penggunaannya untuk strerilisasi media, mesin bor budchips, HWT
& drip irrigation. Pengadaan energy sebagi faktor produksi di bagian onfarm
belum mendapatkan perhatian secara luas. Sebaiknya untuk pengeboran tunas mata
dan perlakuan HWT disentral pada tempat yang mempunyai sumber listrik > 3500
watt sedangkan untuk semai dan penanaman di seed tray dapat dilakukan di tempat
lain.
Usaha tani
Sasaran utama usaha tani
adalah efisiensi, baik efisiensi teknis maupun ekonomis. Efisiensi teknis adalah persentase
antara produktifitas hablur dengan sasarannya ( RKAP/Nasional ), yang mana semakin
tinggi persentasenya semakin baik dan sebaliknya. Misal produktifitas hablur
145 Ku/Ha sedangkan sasarannya 100 Ku/Ha maka efiensi teknis 145% artinya sangat
efisien. Efisiensi ekonomi adalah
persentase antara HPP Gula di tingkat kebun dengan harga gula import, yang mana
semakin rendah nilainya semakin baik dan sebaliknya. Misal HPP Gula $ 55/Ku
sedangkan harga gula import $ 80/Ku, prosentasenya 69% berarti sangat efisien.
Skala usaha kecil, yang antara lain dicirikan
oleh status lahan, luasan lahan sempit dan modal terbatas disertai oleh masa
tunggu yang lama menjadi kendala utama dalam pengembangan agribisnis tebu. Luasan yang sempit terjadi karena fragmentasi
akibat pembagian warisan dari orang tua kepada anak-anaknya. Disamping itu berkurangnya
lahan untuk tebu terjadi karena tingginya laju alih guna lahan baik untuk
bangunan maupun infrastruktur jalan. Dengan skala usaha yang sempit dan waktu
tunggu akan menyulitkan likuiditas keuangan bagi petani yang bersangkutan.
Di samping modal terbatas
dan luas lahan kecil, maka kerumitan manajemen dan teknologi juga menyebabkan
animo petani untuk menanam tebu menjadi berkurang. Hal ini dkarenakan petani
memerlukan uang tunai yang mudah, cepat dan transparasi perhitungan rendemennya.
Dengan cakupan usaha yang sempit,
bila petani sudah menanam tebu maka kesempatan untuk mengusahakan tanaman lain
atau hasil dalam bentuk yang lain pada lahan yang sama tidak ada.
Penggunaan bibit budchips
10.000 – 12.000 per Ha senilai Rp 5.000.000,- - Rp 6.600.000,- merupakan alternatif
yang paling memungkin untuk mendapatkan SHU yang tinggi/memadai. Dengan penggunaan
jumlah bibit seperti itu maka jumlah batang giling ( millable cane ) bisa
mencapai 10 batang/budchips sedang dengan penggunaan 20.000 budchips/Ha maka MC
hanya 5 batang/budchips. Dalam hubungan input-input tersebut maka produksi yang
sama 100.000 batang (MC)/Ha bisa dicapai dengan penggunaan bibit budchips 10.000/Ha
senilai Rp 5.500.000,-/Ha atau 20.000 budchips/Ha senilai Rp 11.000.000,-/Ha. Oleh
karena itu penggunaan 10.000 budchips/Ha secara ekonomi dapat menghemat biaya
bibit Rp Rp 5.500.000,-/Ha.
Kontribusi dosis pupuk
terhadap produksi dapat mencapai 135 terhadap produksi dosis konvensional.
Penambahan dosis pupuk N 25% dari dosis pupuk konvensional, secara ekonomi
dapat menaikan pendapatan yang significant bagi produksi tanaman budchips.
Pekerjaan potong induk
budchips 4 MST dengan biaya berkisar Rp 200.000,-/Ha dapat memberikan nilai
tambah atau pendapatan gula dan pendapat yang sangat significant dibanding
dengan yang tidak diptong batang induknya.
Penggunaan energy seperti
gas dan listrik mulai diperhitungkan. Untuk pembuatan bibit budchip tanpa perlakuan HWT dan tanpa steam pada
media semai, maka bibit budchips yang jadi 172 (57%) sedangkan yang standard (
menggunakan HWT dan steam ) bibit yang jadi 248 (83%) dari masing-masing 300
mata bibit. Secara ekonomi HPP bibit tanpa penggunaan energy tersebut Rp
675,-/Bc dibanding HPP standard Rp 465,-/Budchips. Dengan penggunaan bibit
budchips standard 10.000/Ha maka dapat menghemat 10.000 budchips @ Rp 210,- =
Rp 2.100.000,-/Ha.
Kerumitan manajemen dalam
tatalaksana program tebu lebih sulit dari pada tanaman non tebu. Untuk
mendapatkan kredit harus melalui prosedur yang relatif sulit dan membutuhkan
waktu yang relatif lama.
Ketersediaan tenaga
terampil untuk pekerjaan kebun secara manual sudah sangat berkurang, sehingga upah
tenaga menjadi mahal dan mutu pekerjaan tidak sesuai yang mengakibatkan produktifitas
dan SHU juga rendah. Sebaiknya gerakan penggunaan alatsintan harus segera
dilaksanakan.
Berkaitan dengan usaha
tani tersebut di atas maka sebaiknya diciptakan adanya penambahan hasil selama
menanam dan menunggu panen. Dana terseut berupa pinjaman modal kerja untuk
usaha tebu ( sewa lahan, biaya garap, saprodi & TA ) dan peternakan sapi (
pembelian hewan, kandang &
pemeliharaan ) beserta pengolahan limbahnya menjadi produk yang berguna (
kompos, makanan ternak dan biogas ).
Budidaya
Penerapan kultur teknis masih di bawah standard ditambah
kondisi lingkungan yang kurang merupakan
penyebab kemandegan produktifitas lahan. Tingkat kesuburan tanah yang
rendah, infrastruktur pengairan yang jelek dan iklim yang tidak bersahabat harus
dikelola dengan baik agar sasaran tercapai. Lamanya penggunaan pupuk anorganik
yang berlebihan menyebabkan kejenuhan tanah hingga mengakibatkan kemandegan produktifitas
lahan.
Penggunaan bahan organik yang cukup, dan memiliki kandungan
mikroba potensial seperti penambat hara N dari udara, pelepas hara P, pengurai
hara K, biopeptisida dan fitohormon maka akan dapat memperbaiki kesuburan
tanah.
Dengan keragaman jenis tanah dan tingkat kesuburan yang
bervariasi serta adanya varietas deskriptif, maka pendekatan prinsip Site Spesifik Agroecology menjadi alternatif
solusi peningkatan produktifitas lahan. Untuk jenis dan dosis pupuk berdasarkan
analisa tanah, varietas sesuai tipologi lahan dan untuk pekerjaan lainnya
sesuai kondisi lingkungan.
Pengolahan hasil
Bahan baku yang digiling pabrik gula sebagian besar berasal tebu
rakyat. Hubungan antara petani dengan pabrik gula merupakan kemitraan
agrisbisnis, dimana petani sebagai pemasok BBT dan PG sebagai pengolah dalam kerjasama
ekonomi secara bagi hasil atas dasar kesepakatan.
Kemitraan agribisnis yang dibangun adalah dalam sinergis
mutualis, dimana PTPN/PG sebagai perusahaan besar mempunyai kewajiban untuk
membina dan membesarkan serta menjalin hubungan yang harmonis dengan mitra
kerjanya terutama petani TAD.
Pada kerjasama ini kadang-kadang muncul masalah antara lain
share of profit, share of responcibility dan share of risk. Untuk mengantisipasi
masalah ini maka kemitraan ini harus dikelola dengan baik, dijaga selalu dalam
keseimbangan dan kalau ada masalah diselesaikan dengan hasil win-win solution.
Perhitungan rendemen individu ( ARI ) yang diterapkan di
semua PG dapat memberikan kepercayaan petani terhadap PG, dan akan lebih baik
lagi apabila untuk PG-2 yang besar bisa menggunakan core sampler.
Adanya tebu wira-wiri yang terjadi sekarang ini menunjukkan
kurang komitmen dan kemandirian masing-masing pihak, yang semesti harus
ditangani agar tetap sesuai kewilayahannya masing-masing.
Riset Gula Jengkol
RGJ seperti faktor pendukung Program Pengembangan Tebu Rakyat
lainnya mempunyai peranan sangat penting . Kami yakin bahwa kondisi tanah kita
sudah mengalami kerusakan/kejenuhan akibat pemupukan anorganik yang sudah
begitu lama sehingga terjadi kemandegan peningkatan produktifitasnya.
Sehubungan dengan itui Riset Gula Jengkol ( RGJ ) selalu
berusaha memberikan kontribusi semaksimal mungkin terhadap kinerja perusahaan. Untuk
maksud tersebut maka RGJ menerapkan salah satu strateginya yaitu peningkatan Kualitas pelayanan sbb :
- Reliabilitas merupakan kemampuan
memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera dan memuaskan, handal,
akurat dan konsisten dengan indikator masalah benar dan solusi benar.
- Responsivennes, merupakan keinginan dari
para petugas untuk membantu dan memberikan dengan tanggap dengan indikikator
pelayanan cepat, ikhlas, kesiagaan merespon permintaan pelanggan.
- Empathy, merupakan kemudahan dalam
menjalin komunikasi yang baik dan memahami pelanggan dengan indikator peduli,
kesan yang baik di hati dan memahami para pelanggan serta disiplin tinggi.
- Assurance, merupakan kemampuan,
kesopanan, kepercayaan, bebas dari bahaya, resiko atau keragu-raguan dengan
indikator selalu sopan, mampu menanamkan kepercayaan, memberi rasa nyaman dan
rasa aman kepada pelanggan.
- Tangible merupakan fasilitas fisik
perlengakapan dan sarana yang memadai, dengan indikator handal & canggih,
menarik & memadai, profesional & lengkap. RGJ memiliki laboratorium
tanah & pupuk sudah mendapatkan KAN, laboratorium kultur jaringan, dan
laboratorium mikrobiologi yang cukup baik.
Adapun
output secara keseluruhan berupa informasi, rekomendasi dan saran serta layanan
produk RGJ antara lain :
- Mengidentifikasi kesuburan tanah terutama kandungan bahan
organik, KTK, pH, unsur hara makro, mikro dan faktor biotik. Adapun hasilnya secara
umum memprihatinkan. Sebagai ilustrsai hasil analisa tanah HGU di suatu PG dari 38 kebun untuk kandungan
BO semuanya sangat rendah - rendah sedangkan untuk KTK ( Kapasitas Tukar Kation
) sebanyak 30 kebun (62%) rendah dan sisanya 18 kebun sangat rendah. Tentang
hara mikro yang penting, sebanyak 26 kebun kekurangan MgO, pada hal unsur hara
tersebut sangat diperlukan sebagi penyusun chlorophyl yang berguna dalam proses
fotosintesa tanaman tebu.
- Dampak penggunaan pupuk anorganik
secara terus menerus adalah kejenuhan tanah yang berujung pada kemandegan peningkatan produktifitas
meskipun dosis pemupukannya dari tahun ke tahun bertambah.
- Mendapatkan varietas unggul baru untuk mengganti varietas lama yang
sudah tidak produktif. RGJ pada 3 ( tiga ) tahun terakhir berhasil merilis
Varietas VMC 76-16 dan PSJK 922 dan dalam tahun 2013 ini akan merilis varietas
PS 92-1871 ( masak tengah – lambat ) bekerjasama dengan Propinsi Jawa Timur dan
P3GI Pasuruan.
- Memproduksi dekomposer Bio N10 ( sudah terdaftar di Kemenkum & Ham
dan Ijin edar dari Kementan RI ) dan hasil komposnya mengandung mikroba
potensial yang memenuhi sebagi pupuk hayati. Ini sangat diperlukan untuk
memperbaiki tingkat kesuburan tanah, karena bahan organik sebagai faktor utama
dalam sustainable agriculture
- Penyedia bibit varietas tinggi ( G2 ) untuk bahan tanam G3 di PG dan
penyedia varietas lain yang dibutuhkan oleh PG maupun petani.
- Mendatangkan varietas GMP 2, GMP3 dan GPM 4 dari GMP Plantations untuk
lahan kering dan PS 92-1871 untuk pengembangan Madura, Tulabo dan lahan kering
lainnya.
- Merakit varietas baru melalui persilangan untuk mengurangi
ketergantungan terhadap pihak lain.
AGRIBISNIS
BERBASIS SUMBERDAYA
Manusia Bersumberdaya
Pada masa lalu kita masih
memiliki/menguasai sumberdaya dan dana secara maksimal untuk membangun
keunngulan komparatif dengan bertumpu pada skala dan ukuran usaha, melalui keunggulan
berbasis sumberdaya.
Kini dan ke depan menjadi
kelompok belajar yang adaptif, proaktif dan gesit untuk membangun keunggulan
kompetitif yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan pelanggan melalui
keunggulan berbasis manusia bersumberdaya. Adapun manusia bersmber daya yang
dimaksud adalah mempunyai wawasan, aspiratif, etika dan motivasi semangat
belajar ionvatif untuk menjadi SDM yang kompeten berkomitmen tinggi.
Untuk maksud tersebut
dapat dilakukan melalui kegiatan
- Individual mastery, yaitu menjadikan petani kompeten ( sebagai master ) melalui
pendidikan & pelaltih, study banding dan laku di bidang pertebuan,
peternakan sapi dan pengelolaan limbahnya sesuai model agribisnis yang
dibentuk.
- Establish group, membentuk kelompok usaha tani dengan pembagian tugas sesuai keahlian,
misal untuk tebu ( bibitan, TG dan TA ), ternak sapi ( feeding, pemasaran ) dan
pengolahan limbah agroindustri ( pupuk kompos, pakan ternak & bioenergy )
- Option technology, yaitu pilihan teknology untuk jenis usaha yang paling memungkinkan
sesuai bidang keahlian dan peluang bisnis yang ada.
Adapun tujuan adalah pemberdayaan
manusia bersumberdaya untuk
meningkatkan kreatifitas dan inovasi dalam upaya meningkatkan efisiensi usaha,
melalui kegiatan mix farming tanaman tebu dengan peternakan sapi.
Sumberdaya Alam
Sumber daya alam seperti tanah sekarang sudah semakin
terbatas dan nilai ekonominya semakin tinggi akibat dari alih guna lahan secara
tidak terkendali untuk bangunan perumahan, supermaket, pabrik dan jalan.
Air semakin sulit didapat, disamping infrastruktur pengairannya
juga karena sumber air yang rusak akibat penggundulan hutan dan pengendalian
DAS yang tidak memadai. Iklim tidak menentu dan sulit diprediksi merupakan
faktor yang harus dikelola dengan sebaik-baiknya untuk menekan resiko yang
mungkin terjadi.
Perbaikan kesuburan tanah melalui pemberian kompos yang
mengandung mikroba, pengaturan drainase dan pH tanah melaui pemberian kapur
tanaman/dolomit pada tanah asam sebaiknya segera dilakukan.
Mengingat ketersediaannya sudah mulai terbatas maka semua
sumberdaya alam dan buatan ( kompos ) harus dikelola secara efektif dan
efisien, sehingga mampu memenuhi harapan petani.
Dengan mix farming keterbatasan tenaga kerja terampil dapat
diatasi dengan penggunaan tenaga sapi, sedangkan untuk implemennya menggunakan sontop
mardiyo terutama untuk lahan ringan
Sumberdaya Rekayasa
Atas dasar kendala seperti : tingkat kesuburan tanah, skala
usaha, cakupan usaha, waktu tunggu, kerumitan manjemen dan kerumitan teknology pada agrisbisnis
tebu, maka untuk mengantisipasi agar kinerja agrisbisnis tebu tepap eksis maka dilakukan
diversifikasi usaha atau mix farming Tebu – Sapi.
Untuk budidaya tebu dilakukan sesuai teknology yang ada,
sedangkan untuk limbah blotong dan abu ketel digunakan sebagai kompos dan daduk
basah/momol tebu dijadikan makanan ternak. Dalam hal ini petani mendapatkan
hasil utama berupa gula dan hasil samping makanan ternak dari bahan baku daduk
basah dan momol eks tebangan.
Demikian juga untuk ternak dikelola sesuai teknology yang
ada, sedangkan limbah kotoran, faces dan air kencing dapat digunakan sebagai
pupuk atau bioenergy. Untuk kegiatan ini petani mendapatkan hasil berupa daging
dan kotorannya pupuk untuk tanaman tebu.
Adapun keuntungan lain dengan mix farming tebu – sapi :
- Pembuatan kompos berbahan baku blotong + abu ketel dengan bio N10 digunakan lagi sebagai input
produksi tanaman tebu,
- Pemanfaatan kotoran ternak dan daduk kering dengan perlakuan
mikroba digunakan sebagai pupuk organik
- Pembuatan pakan ternak dari daduk basah + momol tebu dengan
proses silase dan pengkayaan protein pada
daduk kering sebagai pakan ternak
-
Bioenergy dari kotoran ternak dan limbah lainnya.
-
Sapi bisa digunakan sebagai ternak kerja, untuk mengganti
kelangkaan tenaga manusia
MODEL
AGRISBIS TEBU PLUSS
Kelompok Perkebunan Tebu
Tanaman tebu bisa berupa
hamparan atau terpencar dengan luasan > 5,0 Ha. Pada program ini petani
mendapat pinjaman modal kerja dari pemerintah, untuk keperluan sewa lahan
(60%), saprodi, biaya garap dan tebang
angkut yang nilai sekitar Rp 45.000.000,-/Ha. Dengan asumsi luas per pemilik
0,250 Ha maka untuk tiap 1 Ha ada 4 orang pemilik yang mendapatkan pinjaman
ternak sapi.
Pengelolaan tanaman tebu
mengarah ke mekanisasi atau semi mekanisasi sesuai standard baku yang ada.
Pendanaan untuk pinjaman modal kerja berasal dari PKBL atau kredit TR. Pinjaman
uang sewa dikandung maksud untuk biaya hidup mereka apabila tanah tersebut
tanahnya sendiri,
Dengan pinjaman pokok Rp
45.000.000,-/Ha apabila menginginkan B/C ratio 1,2 maka produksi minimal yang
harus dicapai : tebu 1.200 Ku/Ha, rendemen 8,5% dan hablurnya 102 Ku/Ha. Angka
ini realistis artinya dapat dicapai apabila input produksi digunakan secara
optimal dan pekerjaan kebun dilaksanakan dengan baik.
Limbah agribisnis tebu
berupa blotong dan abu ketel sudah dapat dihiutung beratnya bahkan sudah dapat
dijadikan bahan baku pupuk kompos blotong yang sangat berguna. Limbah lain
seperti daduk basah/kering dan momol tebangan belum sempat dihitung dengan
pasi, akan tetapi yang jelas dapat dimanfaat sebagai bahan baku pupuk dan
makanan ternak.
Petani pemilik LAHAN di samping
mendapatkan modal kerja untuk tanaman tebu, juga mendapatkan pinjaman modal
kerja untuk usaha peternakan sapi. Mix farming ini untuk menjawab tantangan
terhadap keterbatasan dan kendala yang ada.
Kelompok peternakanSapi
Usaha pendamping yang Untuk bisa
sinergikan dengan perkebunan tebu adalah peternakan sapi karena keduanya dapat
saling mengisi. Usaha peternakan ini bisa untuk pedaging dan atau mendapatkan “
Pedet “ anak sapi.
Kredit modal kerja yang diperlukan
mulai pembelian pedet, pemeliharaan dan pakannya sampai menghasilkan daging dan
pedet kira-kira membutuhkan dana Rp 17.500.000,- per ekor.
Hasil limbah ( kotoran, tinja & air kencing ) ternak
belum dihitung, akan tetapi yang jelas bisa digunakan untuk pupuk kandang dan
bioenergy. Bahan tersebut merupakan input produksi bagi usaha tebu.
Diversifikasi Usaha
Kredit modal kerja yang
diperlukan untuk usaha tebu Rp 45.000.000,-/Ha dan untuk sapi Rp
17.500.000,-/Ha. Dengan asumsi luas pemilikan lahan 0,500 Ha per orang, maka
kredit modal kerja yang diperlukan untuk mix farming tebu sapi Rp
80.000.000,-/Ha untuk sekitar 2 orang pemilik laha. Dana ini bisa berasal dari
PKBl maupun kredit modal kerja dari bank melalui koperasi.
Keuntungan
yang akan didapat dengan usaha ini adalah pendapatan ( SHU ) dari usaha tebu
dan sapi, perbaikan kesuburan tanah, penghematan biaya penggunaan pupuk,
peningkatan produktifitas lahan dan untuk jangka panjang adalah Sustainable Agriculture
untuk generasi mendatang.