Oleh : Sabar Dwi Komarrudin
ABSTRAK
Pengendalian
Hama Penggerek Tebu di PT Perkebunan Nusantara X (PTPN X) dilakukan dengan
pelepasan massal parasitoid telur Trichogramma spp. Dalam proses produksi parasitoid telur tersebut digunakan
telur inang pengganti yaitu serangga hama gudang Corcyra Cephalonica..
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui media pembiakan yang paling efisien
untuk perbanyakan C. cephalonica sebagai inang pengganti Trichogramma
spp. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium
Hayati, Pusat Penelitian Gula, PTPN X pada bulan Maret-Agustus 2018. Penelitian
ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan tiga perlakuan dan tiga ulangan,
yaitu T1 (media pembiakan menggunakan nampan plastik dan tutup triplek), T2
(media pembiakan menggunakan toples plastik) dan T3 (media pembiakan
menggunakan kotak kayu). Hasil penelitian menunjukkan bahwa media pembiakan
paling efisien adalah pada perlakuan T2. Pada perlakuan menggunakan media
pembiakan toples plastik waktu munculnya imago tercepat (40 hari setelah
penaburan telur), jumlah imago yang muncul tertinggi (1.179 ekor), umur imago
terlama (5 hari), nisbah kelamin jantan: betina adalah 1:1, serta biaya
pembuatan media pembiakan paling murah (Rp.50.000).
PENDAHULUAN
Salah satu
hama utama pada perkebunan tebu adalah penggerek batang baik di Indonesia maupun di
luar negeri. Di Indonesia terdapat 6 jenis penggerek batang yakni penggerek batang
bergaris (Chilo sacchariphagus
Boj),
penggerek batang berkilat (Chilo auricilius
Dudgeon), penggerek batang kuning (Chilo infuscatellus Snellen) penggerek batang abu-abu (Eucosma schistaceane Snellen), penggerek batang jambon (Sesamia
inferens Walker) dan penggerek batang tebu raksasa (Phragmatoecia castaneae Hubner) (Pramono, 2005). Serangga hama penggerek pucuk Scirpophaga
excerptalis Walker (Lepidoptera;Pyralidae) dan penggerek batang tebu Chilo sacchariphagus Bojer
Lepidoptera;Pyralidae), merupakan dua serangga hama yang penting dalam
menurunkan produksi gula (Achadian et.al,
2011)
Hingga saat
ini pengendalian secara hayati terhadap hama penggerek batang yang berhasil dilakukan adalah
dengan menggunakan
parasitoid. Contoh parasitoid yang sudah berhasil dikembangkan secara massal dengan baik dan
digunakan secara luas di kalangan perkebunan tebu antara lain lalat Jatiroro Diatraeophaga striatalis, lalat Sturmiopsis inferens, Apanteles
flavipes, Tumidiclava sp. dan Trichogramma spp. (Pramono, 2005).
Parasitoid yang digunakan di
PT Perkebunan Nusantara X untuk
mengendalikan hama penggerek tebu salah satunya adalah Trichogramma spp. Pembiakan masal sudah dilakukan di unit-unit
Pabrik Gula. Trichogramma spp. merupakan salah satu
parasitoid telur yang dapat menyerang telur beberapa hama Lepidoptera (Rauf,
2000). Parasitoid telur mempunyai keuntungan dibanding parasitoid larva, karena
menyerang telur hama sehingga dapat mengendalikan hama pada fase paling awal
sebelum hama merusak tanaman (Hasriyanty, 2007). Apabila tekanan parasitoid
telur masih menyisakan telur yang menetas menjadi larva, maka pengendalian
larva tersebut secara hayati akan dilakukan oleh parasitoid larva. Jika masih
ada larva yang tidak terparasit oleh parasitoid larva dan berhasil menjadi
pupa, maka parasitoid pupa akan menekan penggerek batang dan pucuk tebu pada
fase pupa tersebut.
Inang
pengganti yang umum digunakan untuk perbanyakan parasitoid telur adalah
serangga yang hidup di gudang, seperti ulat beras C. cephalonica (Stainton).. Serangga C.
cephalonica termasuk kedalam kelas Insekta, ordo Lepidoptera dan famili
Pyralidae. Serangga ini merupakan salah satu hama gudang yang menyerang
biji-bijian pada saat penyimpanan. Lama hidup ngengat C. cephalonica mencapai 10 hari dan dapat menghasilkan telur
sebanyak 400 butir (Kalshoven, 1981).
Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui media pembiakan yang paling efisien untuk
perbanyakan C. cephalonica sebagai
inang pengganti Trichogramma spp. Hal tersebut sesuai
penelitian Herlinda
et al., (2005)
yang menyatakan inang pengganti harus memenuhi syarat, yaitu mudah dipelihara dan disediakan
di laboratorium. Selain itu, pembiakan inang pengganti harus relatif lebih cepat dan
murah dibanding dengan pembiakan inang alami.
METODE
Bahan dan Alat
Penelitian ini
dilaksanakan di Laboraorium Hayati, Pusat Penelitan Gula, PT
Perkebunan Nusantara X pada bulan Maret-Agustus tahun 2018. Bahan yang digunakan
adalah telur C.
cephalonica. Alat yang digunakan adalah canting, rak pembiakan, kuas,
sangkar perkawinan, timbangan, hand counter,
dan mikroskop.
Metode Penelitian
Penelitian
dilakukan dengan Rancangan Acak Kelompok dengan 3 perlakuan dengan
3 ulangan. yaitu T1 (media pembiakan menggunakan nampan plastik dan tutup
triplek), T2 (media pembiakan menggunakan toples plastik), dan
T3
(media pembiakan menggunakan kotak kayu). Media
pakan yang digunakan adalah dedak jagung.
Pengamatan
dilakukan 30 sd 60 Hari setelah penaburan telur. Data yang diambil adalah data jumlah imago jantan dan betina, waktu munculnya imago, umur imago, dan
jumlah telur.
Data yang diperoleh diuji menggunakan analisis ragam (ANOVA). Apabila analisis
ragam menunjukkan pengaruh nyata pada perlakuan, maka dilakukan uji lanjut
dengan uji Duncan pada taraf nyata 5%, yaitu hasil pengamatan dibandingkan
dengan hasil pengamatan pada perlakuan standar/kontrol.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Waktu Munculnya Imago C. cephalonica
Hasil
pengamatan menunjukkan bahwa media yang tidak berpengaruh nyata terhadap
waktu munculnya imago C. cephalonica (Tabel 1). Hal tersebut disebabkan media pakan yang digunakan sama pada tiap
perlakuan yaitu deak jagung. Minarni dan Wiyantono (2007) menyatakan bahwa dalam perbanyakan C. cephalonica, tahap yang paling kritis
adalah pada stadium larva karena kualitas larva sangat dipengaruhi oleh pakannya. Jenis pakan
yang berbeda akan memiliki sifat struktur, tekstur dan kandungan materi yang
berbeda pula. Karbohidrat dan protein sangat dibutuhkan dalam perkembangan
larva C. cephalonica. Waktu munculnya imago
tercepat terdapat pada perlakuan T2 yaitu 40 hari setelah
penaburan telur.
Tabel 1. Waktu Munculnya Imago C.
cephalonica (hari)
Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu kolom
menunjukkan tidak ada beda nyata (n=3; p<0 95="" aras="" kepercayaan="" o:p="" pada="">0>
Jumlah Imago C. cephalonica
Dari hasil
penelitian diperoleh bahwa media yang berbeda berpengaruh nyata terhadap jumlah
imago C. cephalonica yang muncul
(Tabel 2). Hasil penelitian Herlinda et
al. (2005) menyatakan bahwa perbedaan jenis pakan pada fase larva menyebabkan perbedaan
persentase kemunculan imago. Jumlah imago terbanyak terdapat pada
perlakuan T2 yaitu 1.179 ekor dan terendah pada perlakuan T1
yaitu 849 ekor. Pada perlakuan T1 ada serangga yang dapat masuk ke media
dikarenakan tutup triplek tidak rapat, hal ini menyebabkan adanya kompetisi
dalam memperoleh pakan sehingga larva C.
cephalonica yang menjadi imago menjadi berkurang. Pada perlakuan
T2 tutup toples rapat sehingga predator tidak bisa masuk.
Tabel 2. Jumlah Imago C. cephalonica (ekor)
Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu kolom
menunjukkan tidak ada beda nyata (n=3; p<0 95="" aras="" kepercayaan="" o:p="" pada="">0>
Nisbah Kelamin
Hasil
pengamatan terhadap nisbah kelamin C.
cephalonica yang muncul dari setiap media disajikan pada Tabel 3.
Dari Tabel 3
diperoleh bahwa jumlah imago jantan yang muncul yaitu 1.636
ekor (51 %) hampir sama dengan jumlah imago betina yaitu 1.568 ekor (49 %)
Nisbah kelamin C. cephalonica yang
muncul yaitu 1:1. Hal ini sesuai dengan Agritech (2012), yang menyatakan bahwa nisbah kelamin imago C. cephalonica adalah 1:1. Hasil penelitian ini
menyatakan bahwa perbedaan media tidak berpengaruh nyata terhadap nisbah kelamin
disebabkan nutrisi yang dikandung setiap media tidak menyebabkan kecenderungan
kemunculan imago menjadi jantan atau betina. Dari hasil penelitian ini dapat
diketahui bahwa imago yang paling banyak muncul di awal adalah imago jantan dan kemudian
diakhir diikuti oleh imago betina. Hal ini disebabkan jumlah instar pada larva betina lebih
banyak daripada jumlah instar pada larva jantan.
Hasil
penelitian Russel et al. (1980) membuktikan
terdapat perbedaan jumlah instar larva pada jantan dan betina. Betina umumnya memiliki 1
instar lebih banyak daripada jantan. Jumlah instar berbanding terbalik dengan
tingkat kelembaban,
pada kelembaban relatif 70% terdapat 7 instar pada jantan dan 6 instar pada betina, pada kelembaban
relatif 30% terdapat 10 instar pada betina dan 9 instar pada jantan, dan pada kelembaban
relatif 15% terdapat 12 instar pada betina dan 11 instar pada jantan.
Tabel 3. Nisbah kelamin Imago C.
cephalonica (ekor)
Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu kolom
menunjukkan tidak ada beda nyata (n=3; p<0 95="" aras="" kepercayaan="" o:p="" pada="">0>
Jumlah Telur Corcyra cephalonica
Hasil
pengamatan terhadap jumlah telur C. cephalonica yang muncul dari setiap media disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4
menunjukkan jumlah telur yang dihasilkan berbeda nyata
antara perlakuan T1 dengan T2 dan T3. Perolehan jumlah telur tertinggi
pada T2 (6,67 gram) dan terendah pada T1 (5,30 gram). Jumlah telur yang didapat
dipengaruhi oleh jumlah imago yang muncul. Komposisi pakan tidak berpengaruh
pada jumlah telur yang didapatkan. Kandungan protein dan karbohidrat pada setiap media tidak berbeda nyata
dalam mempengaruhi
pembentukan telur pada fase imago. Herlinda et
al. (2005) menyatakan bahwa untuk pembentukan telur pada fase imago diperlukan gizi yang
sangat tinggi.
Tabel 4. Jumlah Telur C. cephalonica (gram)
Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu kolom
menunjukkan tidak ada beda nyata (n=3; p<0 95="" aras="" kepercayaan="" o:p="" pada="">0>
Umur Imago
Hasil
pengamatan menunjukkan perbedaan media pembiakan tidak
berpengaruh nyata terhadap umur imago C. cephalonica. Hal
ini dapat dilihat pada Tabel 5.
Dari Tabel 5
dapat dilihat bahwa tidak terdapat perbedaan nyata dari umur imago C. cephalonica pada setiap perlakuan. Imago hanya dapat bertahan dari 4
sampai 5 hari. Syamsudin (2008), menyatakan bahwa imago C. cephalonica dapat bertahan hidup dari 3 sampai 8 hari.
Tabel 5. Umur Imago C. cephalonica (hari)
Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu kolom
menunjukkan tidak ada beda nyata (n=3; p<0 95="" aras="" kepercayaan="" o:p="" pada="">0>
Biaya Pembuatan Media Pembiakan
Penghitungan
biaya pembuatan media pembiakan dapat dilihat pada Tabel 6. Biaya paling tinggi
terdapat pada perlakuan T3, hal ini disebabkan pembuatan dilakukan dengan
menggunakan kayu jati sehingga harga lebih mahal dibandingkan pada perlakuan T2
yang menggunakan toples plastik. Harga yang lebih rendah akan
dapat menurunkan HPP produksi parasitoid.
Tabel 6. Biaya Pembuatan Media Pembiakan C. cephalonica
KESIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa media
pembiakan paling efisien adalah pada perlakuan T2. Pada perlakuan menggunakan
media pembiakan toples plastik waktu munculnya imago tercepat (40 hari setelah
penaburan telur), jumlah imago yang muncul tertinggi (1.179 ekor), umur imago
terlama (5 hari), nisbah kelamin jantan: betina adalah 1:1, serta biaya
pembuatan media pembiakan paling murah (Rp.50.000).
DAFTAR PUSTAKA
Achadian, E. M., a Kristini, R.C Mageray, N. Sallam, P. Samson,
F.R.Gobel, dan K. Lonie. 2011. Hama dan Penyakit Tebu. Buku Saku. P3GI Pasuruan
dengan BSES Limited, Australia dan ACIAR.
Agritech. 2012. Morphology and
Biology of Corcyra cephalonica.. http://agitech.tnau.ac.in.
Diunduh 26 November 2018.
Hasriyanty, 2007. Karakter Morfologi Parasitoid Trichogramma chilotraeae Nagaraja dan Nagarkatti (Hymenoptera: Trichogrammatidae): Salah Satu parasitoid Telur Hama Plutella xyllostella L. J. Agisains 8(2):76-82.
Herlinda S ; Aan & Yulia. 2005. Pertumbuhan dan Perkembangan Corcyra cephalonica (Stainton) (Lepidoptera:Pyralidae) pada Media Lokal: Pengawasan Mutu InangPengganti. J. Agikultura 16(3):153-159.
Kalshoven, L.G.E. 1981. The Pest of Crops in Indonesia. Revised
and Transleted by P.A. Van Der Laan, University of Amsterdam with the
Asistance of G.H.L Rothschild, CSIRO, Canbera. P.T Ikhtiar Baru-Van
Hoeve, Jakarta. 701 hlm.
Minarni EW & Wiyantono. 2007. Uji Beberapa Bentuk Beras terhadap Jumlah dan Kesesuaian Telur Corcyra Cephalonica sebagai Inang Pengganti dalam Pembiakan Massal Prasitoid Trichogramma sp. J. Agitop 71(9):15-18.
Pramono D. 2005. Seri Pengelolaan Hama Tebu secara Terpadu-2. Dioma, Malang.
Rauf, A. (2000).
Parasitasi Telur Pengerek Batang Padi Putih, Scirpophaga innotata (Walker)
(Lepidoptera: Piralidae) : Saat Terjadi Ledakan di Kerawang pada Awal (1990-an.
Bul. Hama danPenyakit Tumbuhan. Jur. HPT, 12(1), 1-10.
Russell VM ; G G
Schulten & F A Roorda. 1980.
Laboratory observations on the development
of the rice moth Corcyra cephalonica (Stainton)
(Lepidoptera: Galleriinae) on millet and
sorghum and different relative humidities. J. Zeitschrift furAngewandte
Entomologie 89(5):488-498.
Syamsudin, 2008. Bioekologi Hama Pasca Panen dan Pengendaliannya. Dalam Prosiding Seminar Ilmiah dan
Pertemuan Tahunan PEI PFI XIX Komisariat, Sulawesi Selatan, 5 November 2008.
hlm 417-421.