Pages

Monday 28 January 2019

PEMBIAKAN SERANGGA HAMA GUDANG (Corcyra cephalonica) SEBAGAI INANG Trichogramma spp. PADA BERBAGAI MEDIA



Oleh : Sabar Dwi Komarrudin

ABSTRAK

Pengendalian Hama Penggerek Tebu di PT Perkebunan Nusantara X (PTPN X) dilakukan dengan pelepasan massal parasitoid telur Trichogramma spp. Dalam proses produksi parasitoid telur tersebut digunakan telur inang pengganti yaitu serangga hama gudang Corcyra Cephalonica.. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui media pembiakan yang paling efisien untuk perbanyakan C. cephalonica sebagai inang pengganti Trichogramma spp.  Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hayati, Pusat Penelitian Gula, PTPN X pada bulan Maret-Agustus 2018. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan tiga perlakuan dan tiga ulangan, yaitu T1 (media pembiakan menggunakan nampan plastik dan tutup triplek), T2 (media pembiakan menggunakan toples plastik) dan T3 (media pembiakan menggunakan kotak kayu). Hasil penelitian menunjukkan bahwa media pembiakan paling efisien adalah pada perlakuan T2. Pada perlakuan menggunakan media pembiakan toples plastik waktu munculnya imago tercepat (40 hari setelah penaburan telur), jumlah imago yang muncul tertinggi (1.179 ekor), umur imago terlama (5 hari), nisbah kelamin jantan: betina adalah 1:1, serta biaya pembuatan media pembiakan paling murah (Rp.50.000).

Kata Kunci: Media, Corcyra cephalonica, pembiakan massal, Trichogramma spp


PENDAHULUAN

Salah satu hama utama pada perkebunan tebu adalah penggerek batang baik di Indonesia maupun di luar negeri. Di Indonesia terdapat 6 jenis penggerek batang yakni penggerek batang bergaris (Chilo sacchariphagus Boj), penggerek batang berkilat (Chilo auricilius Dudgeon), penggerek batang kuning (Chilo infuscatellus Snellen) penggerek batang abu-abu (Eucosma schistaceane Snellen), penggerek batang jambon (Sesamia inferens Walker) dan penggerek batang tebu raksasa (Phragmatoecia castaneae Hubner) (Pramono, 2005). Serangga hama penggerek pucuk Scirpophaga excerptalis Walker (Lepidoptera;Pyralidae) dan penggerek batang tebu Chilo sacchariphagus Bojer Lepidoptera;Pyralidae), merupakan dua serangga hama yang penting dalam menurunkan produksi gula (Achadian et.al, 2011)

Hingga saat ini pengendalian secara hayati terhadap hama penggerek batang yang berhasil dilakukan adalah dengan menggunakan parasitoid. Contoh parasitoid yang sudah berhasil dikembangkan secara massal dengan baik dan digunakan secara luas di kalangan perkebunan tebu antara lain lalat Jatiroro Diatraeophaga striatalis, lalat Sturmiopsis inferens, Apanteles flavipes, Tumidiclava sp. dan Trichogramma spp. (Pramono, 2005).

Parasitoid yang digunakan di PT Perkebunan Nusantara X untuk mengendalikan hama penggerek tebu salah satunya adalah Trichogramma spp. Pembiakan masal sudah dilakukan di unit-unit Pabrik Gula. Trichogramma spp. merupakan salah satu parasitoid telur yang dapat menyerang telur beberapa hama Lepidoptera (Rauf, 2000). Parasitoid telur mempunyai keuntungan dibanding parasitoid larva, karena menyerang telur hama sehingga dapat mengendalikan hama pada fase paling awal sebelum hama merusak tanaman (Hasriyanty, 2007). Apabila tekanan parasitoid telur masih menyisakan telur yang menetas menjadi larva, maka pengendalian larva tersebut secara hayati akan dilakukan oleh parasitoid larva. Jika masih ada larva yang tidak terparasit oleh parasitoid larva dan berhasil menjadi pupa, maka parasitoid pupa akan menekan penggerek batang dan pucuk tebu pada fase pupa tersebut.

Inang pengganti yang umum digunakan untuk perbanyakan parasitoid telur adalah serangga yang hidup di gudang, seperti ulat beras C. cephalonica (Stainton).. Serangga C. cephalonica termasuk kedalam kelas Insekta, ordo Lepidoptera dan famili Pyralidae. Serangga ini merupakan salah satu hama gudang yang menyerang biji-bijian pada saat penyimpanan. Lama hidup ngengat C. cephalonica mencapai 10 hari dan dapat menghasilkan telur sebanyak 400 butir (Kalshoven, 1981).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui media pembiakan yang paling efisien untuk perbanyakan C. cephalonica sebagai inang pengganti Trichogramma spp. Hal tersebut sesuai penelitian Herlinda et al., (2005) yang menyatakan inang pengganti harus memenuhi syarat, yaitu mudah dipelihara dan disediakan di laboratorium. Selain itu, pembiakan inang pengganti harus relatif lebih cepat dan murah dibanding dengan pembiakan inang alami.


METODE

Bahan dan Alat

Penelitian ini dilaksanakan di Laboraorium Hayati, Pusat Penelitan Gula, PT Perkebunan Nusantara X pada bulan Maret-Agustus tahun 2018. Bahan yang digunakan adalah telur C. cephalonica. Alat yang digunakan adalah canting, rak pembiakan, kuas, sangkar perkawinan, timbangan, hand counter, dan mikroskop.

Metode Penelitian
Penelitian dilakukan dengan Rancangan Acak Kelompok dengan 3 perlakuan dengan 3 ulangan. yaitu T1 (media pembiakan menggunakan nampan plastik dan tutup triplek), T2 (media pembiakan menggunakan toples plastik), dan T3 (media pembiakan menggunakan kotak kayu). Media pakan yang digunakan adalah dedak jagung.
Pengamatan dilakukan 30 sd 60 Hari setelah penaburan telur. Data yang diambil adalah data jumlah imago jantan dan betina, waktu munculnya imago, umur imago, dan jumlah telur. Data yang diperoleh diuji menggunakan analisis ragam (ANOVA). Apabila analisis ragam menunjukkan pengaruh nyata pada perlakuan, maka dilakukan uji lanjut dengan uji Duncan pada taraf nyata 5%, yaitu hasil pengamatan dibandingkan dengan hasil pengamatan pada perlakuan standar/kontrol.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Waktu Munculnya Imago C. cephalonica
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa media yang tidak berpengaruh nyata terhadap waktu munculnya imago C. cephalonica (Tabel 1). Hal tersebut disebabkan media pakan yang digunakan sama pada tiap perlakuan yaitu deak jagung. Minarni dan Wiyantono (2007) menyatakan bahwa dalam perbanyakan C. cephalonica, tahap yang paling kritis adalah pada stadium larva karena kualitas larva sangat dipengaruhi oleh pakannya. Jenis pakan yang berbeda akan memiliki sifat struktur, tekstur dan kandungan materi yang berbeda pula. Karbohidrat dan protein sangat dibutuhkan dalam perkembangan larva C. cephalonica. Waktu munculnya imago tercepat terdapat pada perlakuan T2 yaitu 40 hari setelah penaburan telur.


Tabel 1. Waktu Munculnya Imago C. cephalonica (hari)


Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu kolom menunjukkan tidak ada beda nyata (n=3; p<0 95="" aras="" kepercayaan="" o:p="" pada="">

Jumlah Imago C. cephalonica
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa media yang berbeda berpengaruh nyata terhadap jumlah imago C. cephalonica yang muncul (Tabel 2). Hasil penelitian Herlinda et al. (2005) menyatakan bahwa perbedaan jenis pakan pada fase larva menyebabkan perbedaan persentase kemunculan imago. Jumlah imago terbanyak terdapat pada perlakuan T2 yaitu 1.179 ekor dan terendah pada perlakuan T1 yaitu 849 ekor. Pada perlakuan T1 ada serangga yang dapat masuk ke media dikarenakan tutup triplek tidak rapat, hal ini menyebabkan adanya kompetisi dalam memperoleh pakan sehingga larva C. cephalonica yang menjadi imago menjadi berkurang. Pada perlakuan T2 tutup toples rapat sehingga predator tidak bisa masuk.

Tabel 2. Jumlah Imago C. cephalonica (ekor)

Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu kolom menunjukkan tidak ada beda nyata (n=3; p<0 95="" aras="" kepercayaan="" o:p="" pada="">

Nisbah Kelamin

Hasil pengamatan terhadap nisbah kelamin C. cephalonica yang muncul dari setiap media disajikan pada Tabel 3.

Dari Tabel 3 diperoleh bahwa jumlah imago jantan yang muncul yaitu 1.636 ekor (51 %) hampir sama dengan jumlah imago betina yaitu 1.568 ekor (49 %) Nisbah kelamin C. cephalonica yang muncul yaitu 1:1. Hal ini sesuai dengan Agritech (2012), yang menyatakan bahwa nisbah kelamin imago C. cephalonica adalah 1:1. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa perbedaan media tidak berpengaruh nyata terhadap nisbah kelamin disebabkan nutrisi yang dikandung setiap media tidak menyebabkan kecenderungan kemunculan imago menjadi jantan atau betina. Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa imago yang paling banyak muncul di awal adalah imago jantan dan kemudian diakhir diikuti oleh imago betina. Hal ini disebabkan jumlah instar pada larva betina lebih banyak daripada jumlah instar pada larva jantan.
Hasil penelitian Russel et al. (1980) membuktikan terdapat perbedaan jumlah instar larva pada jantan dan betina. Betina umumnya memiliki 1 instar lebih banyak daripada jantan. Jumlah instar berbanding terbalik dengan tingkat kelembaban, pada kelembaban relatif 70% terdapat 7 instar pada jantan dan 6 instar pada betina, pada kelembaban relatif 30% terdapat 10 instar pada betina dan 9 instar pada jantan, dan pada kelembaban relatif 15% terdapat 12 instar pada betina dan 11 instar pada jantan.

Tabel 3. Nisbah kelamin Imago C. cephalonica (ekor)

Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu kolom menunjukkan tidak ada beda nyata (n=3; p<0 95="" aras="" kepercayaan="" o:p="" pada="">

Jumlah Telur Corcyra cephalonica
Hasil pengamatan terhadap jumlah telur C. cephalonica yang muncul dari setiap media disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 menunjukkan jumlah telur yang dihasilkan berbeda nyata antara perlakuan T1 dengan T2 dan T3. Perolehan jumlah telur tertinggi pada T2 (6,67 gram) dan terendah pada T1 (5,30 gram).  Jumlah telur yang didapat dipengaruhi oleh jumlah imago yang muncul. Komposisi pakan tidak berpengaruh pada jumlah telur yang didapatkan. Kandungan protein dan karbohidrat pada setiap media tidak berbeda nyata dalam mempengaruhi pembentukan telur pada fase imago. Herlinda et al. (2005) menyatakan bahwa untuk pembentukan telur pada fase imago diperlukan gizi yang sangat tinggi.

Tabel 4. Jumlah Telur C. cephalonica (gram)

Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu kolom menunjukkan tidak ada beda nyata (n=3; p<0 95="" aras="" kepercayaan="" o:p="" pada="">

Umur Imago
Hasil pengamatan menunjukkan perbedaan media pembiakan tidak berpengaruh nyata terhadap umur imago C. cephalonica. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 5.
Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa tidak terdapat perbedaan nyata dari umur imago C. cephalonica pada setiap perlakuan. Imago hanya dapat bertahan dari 4 sampai 5 hari. Syamsudin (2008), menyatakan bahwa imago C. cephalonica dapat bertahan hidup dari 3 sampai 8 hari.

Tabel 5. Umur Imago C. cephalonica (hari)

Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama dalam satu kolom menunjukkan tidak ada beda nyata (n=3; p<0 95="" aras="" kepercayaan="" o:p="" pada="">

Biaya Pembuatan Media Pembiakan
Penghitungan biaya pembuatan media pembiakan dapat dilihat pada Tabel 6. Biaya paling tinggi terdapat pada perlakuan T3, hal ini disebabkan pembuatan dilakukan dengan menggunakan kayu jati sehingga harga lebih mahal dibandingkan pada perlakuan T2 yang menggunakan toples plastik. Harga yang lebih rendah akan dapat menurunkan HPP produksi parasitoid.

Tabel 6. Biaya Pembuatan Media Pembiakan C. cephalonica


KESIMPULAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa media pembiakan paling efisien adalah pada perlakuan T2. Pada perlakuan menggunakan media pembiakan toples plastik waktu munculnya imago tercepat (40 hari setelah penaburan telur), jumlah imago yang muncul tertinggi (1.179 ekor), umur imago terlama (5 hari), nisbah kelamin jantan: betina adalah 1:1, serta biaya pembuatan media pembiakan paling murah (Rp.50.000).

DAFTAR PUSTAKA

Achadian, E. M., a Kristini, R.C Mageray, N. Sallam, P. Samson, F.R.Gobel, dan K. Lonie. 2011. Hama dan Penyakit Tebu. Buku Saku. P3GI Pasuruan dengan BSES Limited, Australia dan ACIAR.
Agritech. 2012. Morphology and Biology of Corcyra cephalonica.. http://agitech.tnau.ac.in. Diunduh 26 November 2018.
Hasriyanty, 2007. Karakter Morfologi Parasitoid Trichogramma chilotraeae Nagaraja dan Nagarkatti (Hymenoptera: Trichogrammatidae): Salah Satu parasitoid Telur Hama Plutella xyllostella L. J. Agisains 8(2):76-82.
Herlinda S ; Aan & Yulia. 2005. Pertumbuhan dan Perkembangan Corcyra cephalonica (Stainton) (Lepidoptera:Pyralidae) pada Media Lokal: Pengawasan Mutu InangPengganti. J. Agikultura 16(3):153-159.
Kalshoven, L.G.E. 1981. The Pest of Crops in Indonesia. Revised and Transleted by P.A. Van Der Laan, University of Amsterdam with the Asistance of G.H.L Rothschild, CSIRO, Canbera. P.T Ikhtiar Baru-Van Hoeve, Jakarta. 701 hlm.
Minarni EW & Wiyantono. 2007. Uji Beberapa Bentuk Beras terhadap Jumlah dan Kesesuaian Telur Corcyra Cephalonica sebagai Inang Pengganti dalam Pembiakan Massal Prasitoid Trichogramma sp. J. Agitop 71(9):15-18.
Pramono D. 2005. Seri Pengelolaan Hama Tebu secara Terpadu-2. Dioma, Malang.
Rauf, A. (2000). Parasitasi Telur Pengerek Batang Padi Putih, Scirpophaga innotata (Walker) (Lepidoptera: Piralidae) : Saat Terjadi Ledakan di Kerawang pada Awal (1990-an. Bul. Hama danPenyakit Tumbuhan. Jur. HPT, 12(1), 1-10.
Russell VM ; G G Schulten & F A Roorda. 1980. Laboratory observations on the development of the rice moth Corcyra cephalonica (Stainton) (Lepidoptera: Galleriinae) on millet and sorghum and different relative humidities. J. Zeitschrift furAngewandte Entomologie 89(5):488-498.
Syamsudin, 2008. Bioekologi Hama Pasca Panen dan Pengendaliannya. Dalam Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI PFI XIX Komisariat, Sulawesi Selatan, 5 November 2008. hlm 417-421.