Pages

Wednesday 26 September 2018

PENGENDALIAN PENYAKIT LUKA API DENGAN PENYEMPROTAN FUNGISIDA PADA BIBIT TEBU SEBELUM TANAM


Oleh : 
Dita Widi Atmaja,S.P
Muliah

ABSTRAK
Penyakit luka api disebabkan oleh jamur  Sporisorium scitamineum. Penyakit ini terus menyebar di Indonesia, pada tahun 2017 tingkat infeksi luka api di wilayah kerja PTPN X mencapai 27,31% dan terus berkembang hingga saat ini. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan cara pengendalian penyakit luka api yang efektif dan aplikatif pada tanaman tebu sampai ditemukan varietas tahan luka api. Penelitian dilakukan pada bulan November 2017 di desa Plosokidul kecamatan Plosoklaten kabupaten Kediri,Jawa timur. Peneltian terdiri dari 3 perlakuan dengan 1 perlakuan sebagai kontrol, masing-masing perlakuan sebanyak 3 ulangan. Setiap ulangan terdiri dari 10 juring dengan panjang 10 meter. Perlakuan berupa aplikasi fungisida bahan aktif flutriafol dengan cara disemprotkan pada bibit tebu 2 jam sebelum tanam dengan dosis 1ml/L dan 2 ml/L. Kontrol berupa bibit yang tidak disemprot fungisida. Semua perlakuan dihitung tingkat infeksi luka api pada setiap bulan selama 7 bulan.  
 Tanaman dengan perlakuan fungisida dosis 2 ml/liter bebas infeksi luka api sampai umur 6 bulan, tanaman menunjukan gejala terinfeksi pada umur 7 bulan (1,27%). Pada dosis 1 ml/liter, infeksi luka api terjadi pada umur 4 bulan (0,37%) hingga menjadi 2,25% pada umur 7 bulan. Pada tanaman kontrol gejala luka api mulai terlihat pada umur 3 bulan dengan tingkat infeksi 1,08% kemudian naik sampai 9,98% pada umur 7 bulan. Penyemprotan fungisida flutriafol 2ml/L terbukti mampu menekan penyebaran penyakit luka api.  

Keywords : Tebu, Fungisida, Luka api.


1. PENDAHULUAN

               Luka api (smut) pada tanaman tebu disebabkan oleh jamur Ustilago scitmainea (Sydow, 1924). Gejala yang mudah dikenal dari tanaman terinfeksi smut adalah munculnya "cambuk smut" (Comstock, 2007). Panjangnya bisa bervariasi dari beberapa inci hingga beberapa meter. Cambuk terdiri sebagian dari jaringan tanaman inang dan sebagian dari jaringan jamur. Cambuk muncul dari titik tumbuh utama atau dari tunas lateral pada batang yang terinfeksi. Cambuk mulai muncul dari tanaman tebu yang terinfeksi pada usia 2-4 bulan dengan puncak pertumbuhan cambuk terjadi pada bulan keenam atau ketujuh. Gejala smut lainnya mungkin terlihat sebelum cambuk muncul berupa daun spindel tegak yang terlihat sebelum cambuk muncul. Tanaman tebu rentan penyakit ini dapat terlihat dengan tunas yang lebih kurus dan tegak dengan daun kecil yang sempit (yaitu, tebu muncul "seperti rumput").

               Menanam varietas tahan adalah cara terbaik untuk mengontrol penyakit ini. Varietas yang tahan telah tersedia dan digunakan untuk mengendalikan wabah smut di beberapa negara, termasuk Australia, sehingga luka api tidak berkembang di perkebunan tebu (Queensland) hingga 2006. Bahan tanam bebas penyakit biasanya dapat diperoleh dengan melakukan treatment air panas. Namun, treatment air panas mungkin tidak praktis dalam skala besar dan keefektifannya mungkin berbeda pada beberapa varietas. Pada beberapa negara dengan biaya tenaga kerja yang murah, upaya rouging untuk mengeluarkan tanaman terinfeksi luka api pada kebun bibit sering dilakukan akan tetapi upaya ini tidak efektif jika dilakukan pada kebun dalam skala luas (Sundar, 2012).

2. METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan pada bulan November 2017 – Mei 2018 di desa Plosokidul kecamatan Plosoklaten kabupaten Kediri,Jawa timur. Peneltian terdiri dari 3 perlakuan dengan 1 perlakuan sebagai kontrol, masing-masing perlakuan sebanyak 3 ulangan. Setiap ulangan terdiri dari 10 juring dengan panjang 10 meter. Perlakuan pertama berupa aplikasi fungisida bahan aktif flutriafol dengan cara disemprotkan pada bibit tebu 2 jam sebelum tanam dengan dosis 1ml/L, perlakuan kedua bibit diaplikasi fungisida dosis 2 ml/L dengan cara yang sama, kontrol berupa bibit yang tidak disemprot fungisida. Semua perlakuan dihitung tingkat infeksi luka api pada setiap bulan selama 7 bulan dengan membandingkan total rumpun dengan rumpun terinfeksi.
Alat dan bahan yang digunakan bibit tebu varietas bululawang terinfeksi penyakit luka api, fungisida bahan aktif flutriafol, air, alat semprot, gelas ukur, hand counter,dan alat tulis  

3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Percobaan ini dilakukan hingga tebu berumur 7 bulan karena puncak pertumbuhan cambuk spora luka api terjadi pada bulan keenam atau ketujuh. Setelah dilakukan pengamatan tingkat infeksi luka api hingga tebu berumur 7 bulan diketahui pada perlakuan bibit tebu yang disemprot fungisida dengan dosis 2 ml/liter air, tanaman tebu bebas dari serangan luka api sampai umur 6 bulan. Tanaman tebu mulai menunjukan gejala terinfeksi luka api pada umur 7 bulan (1,27%). Pada perlakuan fungisida dengan dosis 1 ml/liter air mengalami infeksi luka api mulai pada umur 4 bulan dengan tingkat serangan 0,37% dan naik menjadi 2,25% pada umur 7 bulan. Kontrol percobaan berupa perlakuan bibit tebu tanpa disemprot fungisida mengalami tingkat serangan luka api mulai pada umur tebu 3 bulan dengan tingkat infeksi 1,08% kemudian naik menjadi 1,92% pada umur 4 bulan dan naik menjadi 3,96% pada umur 5 bulan. Kenaikan tingkat infeksi terus naik setiap bulan ( 7,09% pada umur 6 bulan dan 9,98% pada umur 7 bulan). Hasil pengamatan tingkat serangan luka api dapat dilihat pada    tabel 1.


Pada perlakuan bibit tanpa aplikasi fungisida gejala luka api berupa cambuk mulai ditemukan pada saat tanaman berumur 3 bulan demikian juga pada perlakuan fungisida pada bibit dengan dosis 1 ml/L,  cambuk luka api ditemukan pada saat tanaman berumur 4 bulan. Hal ini bisa diartikan bahwa jamur  Sporisorium scitamineum yang telah terdapat pada bibit tebu terus berkembang pada tanaman yang tumbuh sehingga pada umur 3 dan 4 bulan cambuk telah ditemukan, pada bibit yang mengandung jamur Sporisorium scitamineum cambuk akan muncul pertama kali pada saat tanaman berumur 2 hingga 4 bulan setelah tanam. Akan tetapi jumlah kenaikan persentase infeksi pada tanaman dengan perlakuan fungisida dosis 1ml/L cukup kecil, bahkan pada umur tebu 5 dan 6 bulan tidak ditemukan tanaman lain yang terinfeksi luka api. Fungisida dengan dosis 1ml/L belum optimal menghilangkan dan melindungi tanaman dari penyakit luka api akan tetapi terbukti lebih baik menekan tingkat infeksi jika dibandingkan tanaman tanpa aplikasi fungisida. Sedangkan pada perlakuan bibit dengan fungisida flutriafol dosis 2ml/L cambuk mulai ditemukan ketika tanaman berumur 7 bulan dengan persentase tingkat infeksi 1,27%. Aplikasi fungisida flutriafol dengan dosis 2ml/L terbukti dapat menghilangkan dan melindungi bibit dari penyakit luka api, ini dibuktikan dengan baru ditemukanya gejala luka api saat tebu berumur 7 bulan. Tanaman kemungkinan besar tertular spora penyakit luka api yang berasal dari lingkungan sekitar saat tanaman berumur 2 sampai 4 bulan sehingga cambuk luka api baru muncul pada umur tanaman 7 bulan. Lingkungan dimana percobaan ini dilakukan adalah daerah endeemik luka api.

4. KESIMPULAN
1. Tanaman tebu dengan perlakuan bibit yang disemprot fungisida bahan aktif flutriafol dengan dosis
     2ml/liter tidak menampakan gejala penyakit luka api hingga umur 6 bulan.
2. Aplikasi fungisida dengan cara disemprotkan pada bibit sebelum tanam terbukti dapat
    mengendalikan penyakit luka api
3. Penyemprotan bibit dengan fungisida bahan aktif flutriafol dengan dosis 2ml/liter air dapat 
    menghilangkan dan melindungi bibit dari penyakit luka api.

5. Daftar pustaka
A. Ramesh Sundar, E. Leonard Barnabas, P. Malathi and R. Viswanathan (2012). A MiniReview on Smut Disease of Sugarcane Caused by Sporisorium scitamineum, Botany, Dr. John Mworia (Ed.), ISBN: 978-953-51-0355-4, InTech

Comstock, J. C. Croft, B.J., Rao, G.P., Saumtally,S. & Victoria, J.I. (2007). A Review of the 2006 International Society Of Sugar CaneTechnologists. Pathology Workshop., Proceedings of the Int. Soc. Sugar Cane Technol., Vol. 26, 2007