Oleh :
Dita Widi Atmaja,S.P
Muliah
ABSTRAK
Penyakit luka api disebabkan oleh jamur
Sporisorium scitamineum. Penyakit ini terus menyebar
di Indonesia, pada tahun 2017 tingkat infeksi luka api di wilayah kerja PTPN X
mencapai 27,31% dan terus berkembang hingga saat ini. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan cara pengendalian penyakit
luka api yang efektif dan aplikatif pada tanaman tebu sampai ditemukan varietas
tahan luka api. Penelitian
dilakukan pada
bulan November
2017 di desa Plosokidul
kecamatan Plosoklaten kabupaten Kediri,Jawa timur. Peneltian
terdiri dari 3 perlakuan dengan 1 perlakuan
sebagai kontrol, masing-masing perlakuan sebanyak 3 ulangan. Setiap ulangan
terdiri dari 10 juring dengan panjang 10 meter. Perlakuan berupa aplikasi
fungisida bahan aktif flutriafol dengan cara disemprotkan pada bibit tebu 2 jam
sebelum tanam dengan dosis 1ml/L dan 2 ml/L. Kontrol berupa bibit yang tidak disemprot
fungisida. Semua perlakuan dihitung tingkat infeksi luka api pada setiap bulan
selama 7 bulan.
Tanaman dengan perlakuan fungisida dosis 2 ml/liter bebas infeksi
luka api sampai umur 6 bulan, tanaman menunjukan gejala terinfeksi pada umur 7 bulan (1,27%). Pada dosis 1
ml/liter, infeksi luka api terjadi
pada umur 4 bulan (0,37%) hingga menjadi 2,25% pada umur 7 bulan. Pada tanaman kontrol gejala luka api
mulai terlihat pada umur 3 bulan dengan tingkat infeksi
1,08% kemudian naik sampai 9,98% pada umur 7 bulan.
Penyemprotan fungisida flutriafol 2ml/L terbukti mampu menekan penyebaran
penyakit luka api.
Keywords
: Tebu, Fungisida, Luka
api.
1. PENDAHULUAN
Luka api (smut) pada tanaman tebu
disebabkan oleh jamur Ustilago scitmainea
(Sydow, 1924). Gejala yang mudah dikenal dari tanaman terinfeksi smut adalah
munculnya "cambuk smut" (Comstock, 2007). Panjangnya bisa bervariasi
dari beberapa inci hingga beberapa meter. Cambuk terdiri sebagian dari jaringan
tanaman inang dan sebagian dari jaringan jamur. Cambuk muncul dari titik tumbuh
utama atau dari tunas lateral pada batang yang terinfeksi. Cambuk mulai muncul
dari tanaman tebu yang terinfeksi pada usia 2-4 bulan dengan puncak pertumbuhan
cambuk terjadi pada bulan keenam atau ketujuh. Gejala smut lainnya mungkin
terlihat sebelum cambuk muncul berupa daun spindel tegak yang terlihat sebelum
cambuk muncul. Tanaman tebu rentan penyakit ini dapat terlihat dengan tunas
yang lebih kurus dan tegak dengan daun kecil yang sempit (yaitu, tebu muncul
"seperti rumput").
Menanam varietas tahan
adalah cara terbaik untuk mengontrol penyakit ini. Varietas yang tahan telah
tersedia dan digunakan untuk mengendalikan wabah smut di beberapa negara,
termasuk Australia, sehingga luka api tidak berkembang di perkebunan tebu
(Queensland) hingga 2006. Bahan tanam bebas penyakit biasanya dapat diperoleh
dengan melakukan treatment air panas. Namun, treatment air panas mungkin tidak
praktis dalam skala besar dan keefektifannya mungkin berbeda pada beberapa
varietas. Pada beberapa negara dengan biaya tenaga kerja yang murah, upaya
rouging untuk mengeluarkan tanaman terinfeksi luka api pada kebun bibit sering
dilakukan akan tetapi upaya ini tidak efektif jika dilakukan pada kebun dalam
skala luas (Sundar, 2012).
2. METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan pada
bulan November
2017 – Mei 2018 di desa Plosokidul
kecamatan Plosoklaten kabupaten Kediri,Jawa timur. Peneltian
terdiri dari 3 perlakuan dengan 1
perlakuan sebagai kontrol, masing-masing perlakuan sebanyak 3 ulangan. Setiap
ulangan terdiri dari 10 juring dengan panjang 10 meter. Perlakuan pertama berupa
aplikasi fungisida bahan aktif flutriafol dengan cara disemprotkan pada bibit
tebu 2 jam sebelum tanam dengan dosis 1ml/L, perlakuan kedua bibit diaplikasi
fungisida dosis 2 ml/L dengan cara yang sama, kontrol berupa bibit yang tidak
disemprot fungisida. Semua perlakuan dihitung tingkat infeksi luka api pada
setiap bulan selama 7 bulan dengan membandingkan total rumpun dengan rumpun
terinfeksi.
Alat dan bahan yang digunakan bibit tebu
varietas bululawang terinfeksi penyakit luka api, fungisida bahan aktif
flutriafol, air, alat semprot, gelas ukur, hand counter,dan alat tulis
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Percobaan
ini dilakukan hingga tebu berumur 7 bulan karena puncak pertumbuhan
cambuk spora luka api terjadi pada bulan keenam atau ketujuh. Setelah
dilakukan pengamatan tingkat infeksi luka api hingga tebu berumur 7 bulan diketahui pada
perlakuan bibit tebu yang disemprot fungisida dengan dosis 2 ml/liter air, tanaman tebu bebas dari serangan
luka api sampai umur 6
bulan. Tanaman tebu mulai menunjukan
gejala terinfeksi luka api pada umur 7 bulan (1,27%). Pada
perlakuan fungisida dengan dosis 1 ml/liter air mengalami infeksi
luka api mulai pada umur 4 bulan dengan tingkat serangan 0,37% dan naik menjadi 2,25% pada umur 7 bulan. Kontrol
percobaan berupa perlakuan bibit tebu tanpa disemprot
fungisida mengalami tingkat serangan luka api mulai pada umur tebu 3 bulan
dengan tingkat infeksi
1,08% kemudian naik menjadi 1,92% pada umur 4 bulan dan naik menjadi 3,96% pada umur 5 bulan. Kenaikan tingkat infeksi terus naik setiap bulan (
7,09% pada umur 6 bulan dan 9,98% pada umur 7 bulan). Hasil pengamatan tingkat
serangan luka api dapat dilihat pada tabel
1.
Pada perlakuan
bibit tanpa aplikasi fungisida gejala luka api berupa cambuk mulai ditemukan
pada saat tanaman berumur 3 bulan demikian juga pada perlakuan fungisida pada
bibit dengan dosis 1 ml/L, cambuk luka
api ditemukan pada saat tanaman berumur 4 bulan. Hal ini bisa diartikan bahwa
jamur Sporisorium scitamineum yang
telah terdapat pada bibit tebu terus berkembang pada tanaman yang tumbuh
sehingga pada umur 3 dan 4 bulan cambuk telah ditemukan, pada bibit yang
mengandung jamur Sporisorium scitamineum cambuk akan muncul pertama kali pada saat tanaman berumur 2 hingga 4
bulan setelah tanam. Akan tetapi jumlah kenaikan persentase infeksi pada
tanaman dengan perlakuan fungisida dosis 1ml/L cukup kecil, bahkan pada umur
tebu 5 dan 6 bulan tidak ditemukan tanaman lain yang terinfeksi luka api.
Fungisida dengan dosis 1ml/L belum optimal menghilangkan dan melindungi tanaman
dari penyakit luka api akan tetapi terbukti lebih baik menekan tingkat infeksi
jika dibandingkan tanaman tanpa aplikasi fungisida. Sedangkan pada perlakuan
bibit dengan fungisida flutriafol dosis 2ml/L cambuk mulai ditemukan ketika
tanaman berumur 7 bulan dengan persentase tingkat infeksi 1,27%. Aplikasi
fungisida flutriafol dengan dosis 2ml/L terbukti dapat menghilangkan dan
melindungi bibit dari penyakit luka api, ini dibuktikan dengan baru ditemukanya
gejala luka api saat tebu berumur 7 bulan. Tanaman kemungkinan besar tertular
spora penyakit luka api yang berasal dari lingkungan sekitar saat tanaman
berumur 2 sampai 4 bulan sehingga cambuk luka api baru muncul pada umur tanaman
7 bulan. Lingkungan dimana percobaan ini dilakukan adalah daerah endeemik luka
api.
4. KESIMPULAN
1. Tanaman tebu
dengan perlakuan bibit yang disemprot fungisida bahan aktif flutriafol dengan
dosis
2ml/liter tidak menampakan gejala penyakit luka api hingga umur 6 bulan.
2. Aplikasi
fungisida dengan cara disemprotkan pada bibit sebelum tanam terbukti dapat
mengendalikan penyakit luka api
3. Penyemprotan
bibit dengan fungisida bahan aktif flutriafol dengan dosis 2ml/liter air dapat
menghilangkan dan melindungi bibit dari penyakit luka api.
5. Daftar pustaka
A. Ramesh Sundar, E. Leonard Barnabas, P. Malathi and R.
Viswanathan (2012). A MiniReview on Smut
Disease of Sugarcane Caused by Sporisorium scitamineum, Botany, Dr. John
Mworia (Ed.), ISBN: 978-953-51-0355-4, InTech
Comstock, J. C. Croft, B.J., Rao, G.P., Saumtally,S.
& Victoria, J.I. (2007). A Review of
the 2006 International Society Of Sugar CaneTechnologists. Pathology Workshop.,
Proceedings of the Int. Soc. Sugar Cane Technol., Vol. 26, 2007