Oleh :
SABAR DWI KOMARRUDIN1)
1)Pusat Penelitian Gula, PT Perkebunan
Nusantara X
Email: sabardwik@gmail.com
Abstrak
Pada pembiakan parasitoid Cotesia flavipes sebagai musuh alami
hama Penggerek Batang Tebu (Chilo
saccharipaghus) menggunakan pakan buatan sebagai pengganti sogolan tebu.
Jamur yang tumbuh pada media pakan buatan meyebabkan media pakan tidak bisa
dipakai lagi. Selain merusak kandungan nutrisi media pakan, jamur juga
menyebabkan pertumbuhan larva terganggu. Penambahan fungisida diharapkan mampu
menekan pertumbuhan jamur yang ada pada media pakan sehingga pertumbuhan larva
juga normal. Penelitian dilakukan dengan Rancangan Acak Lengkap dengan 3
perlakuan dengan 3 ulangan. yaitu T1 (Media Pakan + Fungisida berbahan aktif
benomil), T2 (Media Pakan + Fungisida berbahan aktif flutriafol) dan T3 Kontrol
(Media Pakan tanpa penambahan fungisida). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
jamur tidak tumbuh pada T1 dan pertumbuhan larva tidak terpengaruh dengan
adanya penambahan fungisida.
Kata
Kuci: fungisida, pakan, jamur, Cotesia
flavipes , Chilo saccharipaghus
1. PENGANTAR
Laboratorium
Hayati Pusat Penelitain Gula, PT Perkebunan Nusantara X telah mengembangbiakkan
parasitoid Cotesia flavipes sebagai
musuh alami hama Penggerek Batang Tebu (Chilo
saccharipaghus). Dalam pemeliharaan larva C. sacchariphagus masih menggunakan sogolan sebagai pakan alami,
hal ini masih belum efisein. Pengantian pakan dilakukan dengan menggunakan
pakan buatan. Ambarningrum (2001), menyatakan bahwa penyediaan serangga secara
massal telah menjadi kegiatan rutin dalam penelitian pengendalian serangga
hama, pengujian suatu insektisida, entomopatogen, parasitoid, maupun musuh
alami, oleh karena itu dibutuhkan serangga uji dalam jumlah banyak dan tersedia
secara berkesinambungan. Hal ini didukung oleh Gupta et al. (2005), yang menyatakan bahwa untuk melakukan pengujian
dengan serangga maka harus ada jumlah yang cukup dari serangga yang diinginkan
dan pemeliharaan dapat dilakukan dengan pakan alami maupun pakan buatan
Hal yang
sangat berperan dalam penyediaan serangga uji dalam jumlah banyak dan tersedia
secara berkesinambungan adalah pakan. Oomen (1982), menyatakan bahwa pakan
berperan untuk menyediakan protein dan energi bagi kelangsungan berbagai proses
dalam tubuh, memperbaiki jaringan tubuh yang rusak serta mengatur kelestarian
proses tubuh dan kondisi lingkungan tubuh. Serangga mengkonsumsi dan menggunakan
pakan yang dikonsumsinya untuk pertumbuhan, perkembangan, disimpan sebagai
cadangan, pergerakan, pertahanan, dan reproduksi (Slansky, 1993). Komposisi
pakan dapat mempengaruhi tabel hidup suatu organisme. Wibowo et al. (1995), menyatakan bahwa pada
pakan yang kurang sesuai maka pertumbuhan dan proses reproduksi akan berjalan
lebih.
Salah satu
kendala dalam penyediaan pakan buatan adalah tumbuhnya Jamur. Jamur yang tumbuh
pada media pakan buatan meyebabkan media pakan tidak bisa dipakai lagi. Selain
merusak kandungan nutrisi media pakan, jamur juga menyebabkan pertumbuhan larva
terganggu,, hal ini didukung oleh Zha & Cohen (2014), bahwa pertumbuhan jamur pada pakan
larva dapat menurunkan kemampuan bertahan hidup .
Fungisida
merupakan pestisida yang digunakan untuk membunuh jamur. Menurut Triharso
(1994), berdasarkan fungsi kerjanya fungisida dapat dibedakan menjadi tiga
golongan yaitu: fungisida yang membunuh jamur (fungisidal), fungisida yang menghambat
pertumbuhan jamur (fungistatik), dan fungisida yang mencegah sporulasi jamur
(genestatik).
Penelitian ini
bertujuan dengan adanya penambahan fungisida diharapkan mampu menekan
pertumbuhan jamur yang ada pada media pakan sehingga pertumbuhan larva juga
normal.
2. METODE
PENELITIAN
2.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini
dilaksanakan di Laboratorium Hayati, Pusat Peneletian Gula, PTPN X, Plosoklaten, Kediri, Jawa Timur pada bulan Mei-Agustus 2018.
2.2 Metode Pelaksanaan Percobaan
Media Pakan
buatan dibuat berdasarkan percobaan
sebelumnya (Komarrudin, 2017). Media pakan buatan menggunakan bahan antara lain
agar powder, ragi roti, glucose, sukrosa, sorbic acid, vit c, vit b kompleks,
kacang hijau, bagas sogolan dan aquades. Bahan-bahan tersebut dimasak dan
ditambahkan fungisida.
Penelitian
dilakukan dengan Rancangan Acak Lengkap dengan 3 perlakuan dengan 3 ulangan.
yaitu T1 (Media Pakan + Fungisida berbahan aktif benomil), T2 (Media Pakan +
Fungisida berbahan aktif flutriafol) dan T3 Kontrol (Media Pakan tanpa
penambahan fungisida). Media disimpan dalam kulkas selama 21 hari, kemudian dimasukkan
LAF selama 1 hari, setelah itu dimasukkan telur C. sacchariphagus sebanyak 30 butir telur.
Data yang
diperoleh diuji menggunakan analisis ragam (ANOVA). Apabila analisis ragam
menunjukkan pengaruh nyata pada perlakuan, maka dilakukan uji lanjut dengan uji
Duncan pada taraf nyata 5%, yaitu hasil pengamatan dibandingkan dengan hasil
pengamatan pada perlakuan standar/kontrol.
3 HASIL
DAN PEMBAHASAN
3.1 Pembiakan C. sacchariphagus
Larva C. sacchariphagus dibiakkan di Laboratorium
Hayati, Pusat Penelitian Gula, PTPN X. Starter C sacchariphagus diperoleh dari kebun tebu Puslit Gula untuk
dipelihara di laboratorium. Larva kemudian dipelihara selama +/- 10 hari
menggunakan media sogolan tebu di dalam botol plastik. Media sogolan diganti
tiap 2 hari sekali. Larva C.
Saccariphagus akan menjadi pupa dan seterusnya imago. Imago dipilih antara
betina dan jantan untuk dilakukan perkawinan. Perkawinan dilakukan dalam
sangkar yang telah ditanam tebu sebagai tempat peletakan telur. Telur dipanen
untuk dibiakkan lagi dalam media aseptik, yaitu sogolan tebu berumur tiga
sampai empat bulan yang dipotong-potong 8-10 cm dan disusun sedemikian rupa
dalam tabung erlenmayer 1000 ml. Selanjutnya tabung erlenmayer disumbat dengan
kapas, ditutup dengan plastik dan diikat dengan benang, lalu disterilisasi
dengan menggunakan autoclave selama 1,5 jam pada suhu 1210 C dan tekanan 1 atm.
Setelah disterilisasi, tabung erlenmayer berisi sogolan tebu dimasukkan ke
dalam ruang steril yang disinari dengan lampu ultra violet dan disimpan selama
2-3 hari sebelum diinvestasikan dengan telur C. sacchariphagus. Setelah 50-60 hari larva menjadi imago dan
dilakukan perkawinan lagi, telur yang dihasilkan digunakan untuk penelitian.
Dari tabel
diatas terlihat bahwa pada hari ketiga pada pada pakan buatan yang tidak diberi
fungisida terkontaminasi jamur. Hal ini ditandaidengan adanya bercak-bercak
putih pada pakan.Hari pertama dihitung saat media diinokulasi telur C. sacchariphagus.
Jamur atau
kapang adalah nama lain dari fungi merupakan tanaman benang (Thallophyta) yang
diketahui tidak berklorofil. Beberapa faktor akan mempengaruhi perkembangan
jamur pada media pakan antara lain kandungan air dari produk yang disimpan,
suhu ruangan penyimpanan dan periode penyimpanan (Rassyd, 2007).
Pencegahan dan
pengendalian kontaminasi jamur pada tempat penyimpanan media pakan telah
dilakukan dengan mengurangi kelembaban di bawah 70% dan menjaga suhu ruangan.
Hal ini sesuai pendapat Reddy dan Waliyar (2008), suhu dan kelembabapn yang
sesuai untuk pertumbuhan jamur berkisar 25-320C dengan kadar air 18%
serta kelembaban optimal di atas 70%.
Selain faktor
lingkungan di atas, penambahan fungisida dapat mencegah munculnya jamur. Pada
perlakuan T1 dimana media pakan buatan ditambah fungisida bernahan aktif
benomil jamur tidak muncul sama sekali. Menurut Sumardiyono et al.,(1995), beberapa fungisida
sistemik yang berbahan aktif benomil dan metil tiofanat, telah diteliti dalam
uji efikasi dan memberikan efektivitas yang cukup untuk menekan intensitas
penyakit yang disebabkan oleh jamur.
Pertumbuhan
larva diamati pada hari ke-40 setelah inokulasi telur C. sacchariphagus, pada media pakan tanpa penambahan fungisida
tidak ada larva yang hidup. Hal ini dimungkinkan oleh adanya gangguan dari zat
toksin dari jamur. Hal ini sesuai pendapat Reddy dan Waliyar (2008) bahwa Hasil
metabolit jamur ada yang tidak berbahaya dan dimanfaatkan manusia serta ada
pula yang dipandang merugikan dan berbahaya dikenal sebagai mikotoksin.
Mikotoksin yaitu zat toksit atau toksin yang dihasilkan oleh jamur. Ambarningrum
(2001) menyatakan, bahwa jamur merupakan salah satu mikroorganisme yang
menentukan faktor kematian larva.
Pada perlakuan
T1 dan T2 dimana media pakan buatan ditambah fungisida menunjukkan pertumbuhan
larva diatas 85%. Maldonado & De Polonia (2010) menyatakan bahwa suatu
komposisi pakan buatan untuk serangga dianggap baik apabila memberi persentase
bertahan hidup sampai menjadi stadia serangga dewasa atau viabilitas larva
lebih dari 70%. Selain itu komposisi pakan buatan yang baik dapat menyebabkan masa
stadia larva lebih singkat, jumlah instar lebih sedikit, dan memberi berat larva dan pupa lebih tinggi.
3 KESIMPULAN
DAN SARAN
Hasil
penelitian menunjukkan bahwa:
3.1 Jamur tidak tumbuh pada perlakuan media
pakan ditambah fungisida berbahan aktif benomil.
3.2 Pertumbuhan larva tidak terpengaruh
dengan adanya penambahan fungisida.
4 DAFTAR
PUSTAKA
Ambarningrum, T.B. (2001) Tabel hidup
ulat grayak (Spodoptera litura) (Lepidoptera : noctuidae) dalam kondisi
laboratorium. J. Sains Teknol. 7:21 – 28.
Gupta, G.P., Rani, S., Birah, A. and
Raghuraman, M. (2005) Improved artificial diet for mass rearing of the tobacco
caterpillar, Spodoptera litura (Lepidoptera: Noctuidae). Int. J. Trop.Insect
Sci. 25: 55-58.
Komarrudin, D. Sabar.2017. Percobaan
Pembuatan Pakan Buatan Untuk Penggerek Batang Tebu. Laporan Manajemen Puslit
Gula, PTPN X.
Maldonado A. Helber & Ingeborg Z.
de Polania. 2010. Evaluation of meredic diets suitable for efficient rearing of
Heliothis virencens F. (Lepidoptera: Noctuidae). Revista U.D. C.A. Actualidad
& Divulgacion Cientifica 13(2): 163-173.
Oomen, P.A. (1982) Studies On
Population Dynamics of Scarlet Mite, Brevipalpus phoenicis, A Pest of Tea In
Indonesia. Meded Landbouwhoge School Wagengingen, 82: 1-82.
Rassyd. (2007). Fermentasi
,Pengembangan Produk dan Teknologi Proses. Jakarta.
Reddy, S.v. and F. Waliyar.2008.
Properties of Aflatoxin ands Its Producing Fungi.
http:/www.aflatoxin.info/aflatoxin.asp. Diakses pada 21 Agustus 2018.
Slansky, F. (1993) Nutritional
Ecology: The Fundamental Quest For Nutrient. Champman and Hall, New York.
Sumardiyono, C., A. Wibowo, &
Suryanti. 1995. Uji Efikasi Fungisida Topsin-M 70 WP terhadap Penyakit Diplodia
natalensis pada Tanaman Jeruk. Laporan Penelitian Fakultas Pertanian UGM.
Triharso. 1994. Dasar-dasar
Perlindungan Tanaman. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 362 hlm.
Wibowo, L., Martono, E. and Yusuf, E.
(1995) Laju Pertumbuhan Intrinsik Nezara viridula Pada Kedelai, Kacang Panjang,
dan Buncis. Program Studi Ilmu Hama Tumbuhan. UGM.Yogyakarta.
Zha Chen & Allen C. Cohen. 2014.
Effects of anti-fungal compounds on feeding behaviour and nutritional ecology
of tobacco budworm and painted lady butterfly larvae. Entomol. Ornithol.
Herpathol. 3(1): 2-9.