Pages

Wednesday, 17 October 2018

Aplikasi Fungisida untuk Meningkatkan Daya Perkecambahan Bibit Tebu dengan Perlakuan Air Panas/Hot Water Treatment (HWT)

Oleh :
Dita Widi Atmaja,SP.,  Sudarno

ABSTRACK

Perlakuan air panas/Hot water treatment (HWT) pada bibit merupakan salah satu cara untuk memperoleh bibit tebu yang terbebas dari beberapa jenis penyakit, antara lain penyakit Ratoon Stunting disease dan smut, tetapi perlakuan HWT dapat menurunkan daya perkecambahan bibit tebu hingga 20%-30%. Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui cara meningkatkan daya perkecambahan bibit hasil HWT dengan aplikasi fungisida pada bibit. Percobaan dilakukan di Puslit gula Jengkol desa Plosokidul kecamatan Plosoklaten kabupaten Kediri,Jawa timur pada bulan Juli-Agustus 2018.
Penelitian dilakukan dengan membandingkan daya perkecambahan antara bibit tebu HWT dengan suhu 50°C selama 2 jam dan 55°C selama 30 menit yang diaplikasi fungisida bahan aktif flutriafol dengan dosis 2 ml/L, bibit tebu HWT dengan suhu 50°C selama 2 jam dan 55°C selama 30 menit tanpa penyemprotan fungisida dan bibit tebu tanpa HWT dan aplikasi fungisida.
             Pada pengamatan 24 hari setelah tanam bibit tanpa HWT memiliki daya perkecambahan 100%. Bibit HWT suhu 50°C selama 2 jam tanpa semprot fungisida memiliki daya perkecambahan 20%, sedangkan Bibit dengan HWT suhu 55°C selama 30 menit tanpa aplikasi fungisida memiliki daya perkecambahan 7%. Pada bibit HWT suhu 50°C selama 2 jam dan 55°C selama 30 menit dengan semprot fungisida memiliki daya perkecambahan masing-masing 73% dan 38%. Perlakuan air panas dapat menurunkan daya dan kecepatan perkecambahan pada  bibit tebu. Penyemprotan fungisida pada bibit HWT terbukti dapat meminimalkan kematian akibat penyakit yang disebabkan infeksi jamur.
Key word : Fungisida, Daya perkecambahan, Tebu, HWT


 1. PENDAHULUAN
Bibit tebu yang bebas dari penyakit sangat diperlukan untuk mendapatkan produktifitas maksimal. Terlebih pada kebun bibit tebu, bahan tanam bebas dari penyakit merupakan syarat utama untuk mendapatkan kebun bibit yang sehat sehingga layak menjadi bibit yang tersertifikasi. Perlakuan air panas/Hot water treatment (HWT) pada bibit merupakan salah satu cara untuk memperoleh bibit tebu yang terbebas dari beberapa jenis penyakit. Perlakuan dengan air panas pada mata tunas merupakan salah satu langkah menghambat perkembangan beberapa penyakit pada tanaman tebu seperti RSD, pokahbung, bercak mata tunas dan smut sehingga dapat diperoleh bahan tanam yang bebas penyakit (Anonim, 2011; Semangun, 2000). Bibit yang sehat dapat diperoleh dengan perlakuan air panas pada suhu 50°C selama 2 jam pada kebun bibit nenek, kebun bibit induk, kebun bibit datar (Handojo et al., 1975; Handojo, 1982).  Namun, treatment air panas memiliki beberapa kekurangan antara lain perlakuan ini tidak praktis jika diterapkan dalam skala besar dan keefektifannya mungkin berbeda pada beberapa varietas. (Sundar, 2012). Perlakuan air panas pada bibit di Puslit gula jengkol hanya dilakukan pada kebun bibit nenek sehingga diharapkan dapatkan bahan tanam yang sehat bagi kebun bibit induk, kebun bibit datar dan kebun tebu giling. Selain itu perlakuan air panas pada bibit memiliki efek menurunkan daya perkecambahan bibit tebu, menurut Winarsih & Sugiyarta, 2009 perlakuan air panas pada bibit tebu dapat menurunkan daya perkecambahan antara 20%  - 30%. Salah satu upaya untuk mengurangi kerusakan akibat patogen benih yaitu teknik pengendalian yang tepat (Suharti dan Suita, 2013). Pengendalian dengan perlakuan kimia telah banyak dilakukan terhadap beberapa jenis cendawan benih (Schmidt, 2000; Avivi, 2005).

2. METODE PENELITIAN
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui cara meningkatkan daya perkecambahan bibit hasil HWT dengan aplikasi fungisida pada bibit. Percobaan dilakukan di Puslit gula Jengkol desa Plosokidul kecamatan Plosoklaten kabupaten Kediri,Jawa timur pada bulan Juli-Agustus 2018.
Penelitian dilakukan dengan membandingkan daya perkecambahan antara bibit tebu dengan perlakuan air panas suhu 50°C selama 2 jam dan 55°C selama 30 menit yang diaplikasi fungisida bahan aktif flutriafol dengan dosis 2 ml/L, bibit tebu HWT dengan suhu 50°C selama 2 jam dan 55°C selama 30 menit tanpa aplikasi fungisida dan bibit tebu tanpa HWT dan aplikasi fungisida sebagai kontrol. Perlakuan fungisida dilakukan dengan merendam bibit yang telah di HWT selama 2 jam dengan fungisida sesuai jenis dan dosis tersebut diatas. Bibit tebu berupa potongan batang tebu sebanyak 5 lonjor dengan masing-masing lonjor berisi 3 mata tunas, setiap perlakuan terdiri dari 3 ulangan. Alat dan bahan yang digunakan adalah bibit tebu varietas JR 03, fungisida bahan aktif flutriafol, air, water bath, gelas ukur, hand counter,pisau, baki dan alat tulis 

3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Setelah dilakukan pengamatan sampai 28 hari setelah tanam, maka didapatkan hasil pengamatan seperti pad tabel 1 berikut.

Semua bibit tebu dengan perlakuan air panas memiliki daya perkecambahan yang lebih rendah dari pada kontrol (tanpa HWT) tetapi perkecambahan pada bibit dengan perlakuan air panas dengan suhu yang lebih rendah lebih tinggi dari pada perlakuan dengan suhu yang lebih tinggi. Kecepatan tumbuh mata tunas pada bibit HWT tidak secepat pertumbuhan bibit tanpa HWT. Perbedaan ini dipengaruhi ketahanan varietas pada pemanasan dengan suhu tertentu.

Persentase perkecambahan antara bibit hasil HWT yang diperlakukan fungisida jauh lebih tinggi dari pada perkecambahan bibit hasil HWT tanpa fungisida. Perbedaan daya perkecambahan antara bibit dengan aplikasi fungisida dengan  tanpa fungisida pada perlakuan 50°C selama 2 jam memiliki selisih sebanyak 266%, sedangkan pada suhu 55 °C selama 30 menit memiliki selisih sebanyak 442%. Tingginya perbedaan ini disebabkan angka kematian yang tinggi pada bibit hasil HWT tanpa fungisida, kematian salah satunya disebabkan karena bibit terinfeksi jamur, salah satu jamur yang teridentifikasi adalah Rhizopus oligosporus (gambar 1.)


Jamur pada bibit tanpa fungisida terus berkembang sehingga mata tunas dari bibit tersebut akhirnya tidak tumbuh. Infeksi jamur secara kasat mata tidak ditemukan pada bibit tebu hasil HWT yang diperlakukan fungisida sehingga mata tunas dapat tumbuh (gambar 2.)



4. KESIMPULAN
1.    Perlakuan air panas dapat menurunkan daya dan kecepatan perkecambahan pada  bibit tebu.
2.    Perlakuan fungisida pada bibit tebu dengan perlakuan air panas terbukti dapat mengurangi tingkat kematian yang disebabkan oleh infeksi jamur.

5. DAFTAR PUSTAKA
A. Ramesh Sundar, E. Leonard Barnabas, P. Malathi and R. Viswanathan (2012). A MiniReview on Smut Disease of Sugarcane Caused by Sporisorium scitamineum, Botany, Dr. John Mworia (Ed.), ISBN: 978-953-51-0355-4, InTech
Anonim, 2011. Cetak biru Road Map Swasembada Gula Nasional. Kementrian pertanian. 29 hal.
Handojo, H., 1982. Penyakit Tebu di Indonesia. BP3G, Pasuruan, Cet. III, 189 hal.
Semangun, H. 2000. Penyakit-penyakit tanaman Perkebunan di Indonesia. Gadjah Mada University. 835 hal.
Suharti, T. dan E. Suita. 2013. Pengaruh fungisida terhadap viabilitas benih lamtoro (Leucaena leucocephala). Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan vol. 1 (2): 103-109. ISSN : 2354-8568.
Schmidt, L. 2000. Pedoman penanganan benih tanaman hutan tropis dan subtropis. Danida Forest Seed Centre.