Oleh :
Dita Widi Atmaja,SP., Sudarno
Email : Dita.viro@gmail.com
ABSTRACK
Perlakuan air panas/Hot
water treatment (HWT) pada bibit merupakan salah satu cara untuk memperoleh
bibit tebu yang terbebas dari beberapa jenis penyakit, antara lain penyakit Ratoon
Stunting disease dan smut, tetapi perlakuan HWT dapat menurunkan daya
perkecambahan bibit tebu hingga 20%-30%. Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui
cara meningkatkan daya perkecambahan bibit hasil HWT dengan aplikasi fungisida
pada bibit. Percobaan dilakukan di Puslit gula Jengkol desa Plosokidul
kecamatan
Plosoklaten kabupaten
Kediri,Jawa timur pada bulan Juli-Agustus 2018.
Penelitian dilakukan dengan membandingkan daya
perkecambahan antara bibit
tebu HWT dengan suhu 50°C selama 2 jam dan 55°C selama 30 menit yang diaplikasi fungisida bahan aktif flutriafol dengan dosis 2 ml/L, bibit
tebu HWT dengan suhu 50°C selama 2 jam dan 55°C selama 30 menit tanpa
penyemprotan fungisida dan bibit tebu tanpa HWT dan aplikasi fungisida.
Pada pengamatan 24 hari setelah tanam bibit
tanpa HWT memiliki daya perkecambahan 100%. Bibit HWT suhu 50°C selama 2 jam
tanpa semprot fungisida memiliki daya perkecambahan 20%, sedangkan Bibit dengan
HWT suhu 55°C selama 30 menit tanpa aplikasi fungisida memiliki daya
perkecambahan 7%. Pada bibit HWT suhu 50°C selama 2 jam dan 55°C selama 30
menit dengan semprot fungisida memiliki daya perkecambahan masing-masing 73%
dan 38%. Perlakuan air panas dapat menurunkan
daya dan kecepatan perkecambahan pada
bibit tebu. Penyemprotan
fungisida pada bibit HWT terbukti dapat meminimalkan kematian akibat penyakit
yang disebabkan infeksi jamur.
Key word : Fungisida, Daya perkecambahan, Tebu, HWT
1. PENDAHULUAN
Bibit tebu yang bebas dari penyakit sangat diperlukan untuk
mendapatkan produktifitas maksimal. Terlebih pada kebun bibit tebu, bahan tanam
bebas dari penyakit merupakan syarat utama untuk mendapatkan kebun bibit yang
sehat sehingga layak menjadi bibit yang tersertifikasi. Perlakuan air panas/Hot water treatment (HWT) pada bibit
merupakan salah satu cara untuk memperoleh bibit tebu yang terbebas dari
beberapa jenis penyakit. Perlakuan dengan air panas pada
mata tunas merupakan salah satu langkah menghambat perkembangan beberapa
penyakit pada tanaman tebu seperti RSD, pokahbung, bercak mata tunas dan smut
sehingga dapat diperoleh bahan tanam yang bebas penyakit (Anonim, 2011;
Semangun, 2000). Bibit yang sehat dapat diperoleh dengan perlakuan air panas
pada suhu 50°C
selama 2 jam pada kebun bibit nenek, kebun bibit induk, kebun bibit datar
(Handojo et al., 1975; Handojo, 1982). Namun,
treatment air panas memiliki beberapa kekurangan antara lain perlakuan ini
tidak praktis jika diterapkan dalam skala besar dan keefektifannya mungkin
berbeda pada beberapa varietas. (Sundar, 2012). Perlakuan air panas pada bibit
di Puslit gula jengkol hanya dilakukan pada kebun bibit nenek sehingga diharapkan
dapatkan bahan tanam yang sehat bagi kebun bibit induk, kebun bibit datar dan
kebun tebu giling. Selain itu perlakuan air panas pada bibit memiliki efek
menurunkan daya perkecambahan bibit tebu, menurut Winarsih & Sugiyarta,
2009 perlakuan air panas pada bibit tebu dapat menurunkan daya perkecambahan antara
20% - 30%. Salah
satu upaya untuk mengurangi kerusakan akibat patogen benih yaitu teknik
pengendalian yang tepat (Suharti dan Suita, 2013). Pengendalian dengan
perlakuan kimia telah banyak dilakukan terhadap beberapa jenis cendawan benih
(Schmidt, 2000; Avivi, 2005).
2.
METODE PENELITIAN
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui cara
meningkatkan daya perkecambahan bibit hasil HWT dengan aplikasi fungisida pada
bibit. Percobaan dilakukan di Puslit gula Jengkol desa Plosokidul
kecamatan
Plosoklaten kabupaten
Kediri,Jawa timur pada bulan Juli-Agustus 2018.
Penelitian dilakukan dengan membandingkan daya
perkecambahan antara bibit
tebu dengan perlakuan air panas suhu 50°C selama 2 jam dan 55°C selama 30 menit
yang diaplikasi
fungisida bahan
aktif flutriafol dengan dosis 2 ml/L, bibit tebu HWT dengan suhu 50°C selama 2
jam dan 55°C selama 30 menit tanpa aplikasi fungisida dan bibit tebu tanpa HWT
dan aplikasi fungisida sebagai kontrol. Perlakuan fungisida dilakukan dengan
merendam bibit yang telah di HWT selama 2 jam dengan fungisida sesuai jenis dan
dosis tersebut diatas. Bibit tebu berupa potongan batang tebu sebanyak 5 lonjor
dengan masing-masing lonjor berisi 3 mata tunas, setiap perlakuan terdiri dari
3 ulangan. Alat dan bahan yang digunakan adalah bibit tebu varietas JR 03,
fungisida bahan aktif flutriafol, air, water bath, gelas ukur, hand counter,pisau,
baki dan alat tulis
3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Setelah dilakukan
pengamatan sampai 28 hari setelah tanam, maka didapatkan hasil pengamatan
seperti pad tabel 1 berikut.
Semua
bibit tebu dengan perlakuan air panas memiliki daya perkecambahan yang lebih
rendah dari pada kontrol (tanpa HWT) tetapi perkecambahan pada bibit dengan
perlakuan air panas dengan suhu yang lebih rendah lebih tinggi dari pada
perlakuan dengan suhu yang lebih tinggi. Kecepatan tumbuh mata tunas pada bibit
HWT tidak secepat pertumbuhan bibit tanpa HWT. Perbedaan ini dipengaruhi
ketahanan varietas pada pemanasan dengan suhu tertentu.
Persentase
perkecambahan antara bibit hasil HWT yang diperlakukan fungisida jauh lebih
tinggi dari pada perkecambahan bibit hasil HWT tanpa fungisida. Perbedaan daya
perkecambahan antara bibit dengan aplikasi fungisida dengan tanpa fungisida pada perlakuan 50°C selama 2
jam memiliki selisih sebanyak 266%, sedangkan pada suhu 55 °C selama 30 menit
memiliki selisih sebanyak 442%. Tingginya perbedaan ini disebabkan angka
kematian yang tinggi pada bibit hasil HWT tanpa fungisida, kematian salah
satunya disebabkan karena bibit terinfeksi jamur, salah satu jamur yang
teridentifikasi adalah Rhizopus
oligosporus (gambar 1.)
Jamur
pada bibit tanpa fungisida terus berkembang sehingga mata tunas dari bibit
tersebut akhirnya tidak tumbuh. Infeksi jamur secara kasat mata tidak ditemukan
pada bibit tebu hasil HWT yang diperlakukan fungisida sehingga mata tunas dapat
tumbuh (gambar 2.)
4.
KESIMPULAN
1.
Perlakuan air panas dapat menurunkan
daya dan kecepatan perkecambahan pada
bibit tebu.
2.
Perlakuan fungisida pada bibit tebu
dengan perlakuan air panas terbukti dapat mengurangi tingkat kematian yang
disebabkan oleh infeksi jamur.
5.
DAFTAR PUSTAKA
A.
Ramesh Sundar, E. Leonard Barnabas, P. Malathi and R. Viswanathan (2012). A MiniReview on Smut Disease of Sugarcane
Caused by Sporisorium scitamineum, Botany, Dr. John Mworia (Ed.), ISBN:
978-953-51-0355-4, InTech
Anonim, 2011. Cetak biru Road Map
Swasembada Gula Nasional. Kementrian pertanian. 29 hal.
Handojo, H., 1982. Penyakit Tebu di
Indonesia. BP3G, Pasuruan, Cet. III, 189 hal.
Semangun, H. 2000. Penyakit-penyakit
tanaman Perkebunan di Indonesia. Gadjah Mada University. 835 hal.
Suharti, T. dan E. Suita. 2013.
Pengaruh fungisida terhadap viabilitas benih lamtoro (Leucaena leucocephala).
Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan vol.
1 (2): 103-109. ISSN : 2354-8568.
Schmidt,
L. 2000. Pedoman penanganan benih tanaman hutan tropis dan
subtropis. Danida Forest Seed Centre.