Oleh : Sayidatul Ahmad
“Tiada hari tanpa manisnya gula “, adalah sepenggal kalimat yang paling tepat untuk menggambarkan betapa gula merupakan
kebutuhan
masyarakat yang sangat
penting. Pemanfaatan gula
oleh masyarakat yang sangat beragam, baik untuk memenuhi kebutuhan konsumsi langsung
rumah tangga maupun
untuk kebutuhan industri, merupakan salah satu penyebab kebutuhan gula dalam negeri yang selalu
mengalami peningkatan.
Indonesia merupakan salah satu
negara dengan potensi
penghasil gula yang cukup besar.
Dengan posisi berada di bawah garis katulistiwa, merupakan modal yang
cukup baik untuk menjadikan Negara agraris ini sebagai Negara sewasembada gula. Namun fakta berkata
lain, sejak
awal tahun 1990an hingga sekarang ini Indonesia selalu mengimpor gula. Setiap
tahunnya lebih dari 500 ribu ton gula
yang dimasukkan ke negara yang mayoritas penduduknya adalah petani ini. Pemerintah
sendiri menargetkan Indonesia akan berswasembada gula pada tahun 2014, namun
dengan melihat apa
yang terjadi sekarang ini mungkinkah
target tersebut dapat tercapai????
Untuk mendukung program
swasembada gula nasional, maka tahap awal kegiatan adalah dengan meningkatkan produksi
dan produktivitas tanaman tebu yang nota bene tanaman tebu tersebut sebagai penghasil gula. Produksi
gula merupakan sinergi dari produktivitas tanaman tebu sebagai bahan baku dan
kinerja pabrik gula. Pada tanaman, produktivitas ditentukan oleh faktor genetik
yaitu varietas, faktor lingkungan yaitu teknik budidaya dan interaksi keduanya.
Produktivitas tanaman akan optimal kalau kedua faktor tersebut dikelola dengan
baik (Produktivitas = Genetik +
Lingkungan)
.
Indonesia
sendiri saat ini sudah mempunyai beberapa varietas tebu yang cukup mumpuni
dan mampu menghasilkan
produksi gula yang cukup baik,
serta didukung
dengan program penataan varietas yang tepat yaitu 40% masak awal, 40% masak
tengah dan 20% masak akhir, maka diharapkan peningkatan produktivitas hasil
tebu dan gula di wilayah pengembangan tebu rakyat dapat tercapai. Beberapa varietas yang banyak dibudidayakan di
Indonesia antara lain dengan
komposisi varietas masak awal yaitu : PS 851, PS 862, PS 891, PS 881,
PSBM 901, komposisi varietas masak tengah yaitu : PS 882, Kentung, Kidang
Kencana, VMC 76-16, komposisi varietas
masak akhir yaitu : Bululawang dan PS 864, termasuk juga varietas yang baru
dirilis oleh PT. Perkebunan Nusantara X (Persero) di tahun 2011 yaitu varietas PSJK 922.
Varietas – varietas tersebut cukup mampu di andalkan kontribusinya untuk
swasembada gula tahun 2014.
Ada hal
yang perlu diperhatikan dalam penggunaan varietas tebu yaitu
tentang
dimensi ruang dan waktu. Dimensi ruang yang dimaksudkan adalah tipologi wilayah
yang ditanami tebu. Suatu varietas unggul tebu mempunyai persyaratan kesesuaian
lokasi yang dapat berbeda satu sama lain. Ada varietas yang cocok untuk lahan
kering, ada pula yang cocok untuk lahan berpengairan. Ada varietas yang tumbuh
di tekstur berat, ada pula yang sesuai untuk tekstur ringan. Demikian juga ada
varietas toleran terhadap drainase yang buruk, ada pula yang hanya mampu tumbuh
pada drainase yang baik. Produktivitas yang optimal dapat dicapai dengan
penempatan varietas sesuai dengan tipologi wilayah yang dikelola untuk
pertanaman tebu. Penanaman varietas tebu pada tipologi yang tidak tepat akan
menurunkan produktivitas.
Dimensi waktu adalah
menyangkut kapan suatu varietas dapat ditebang optimal. Suatu varietas tebu
mempunyai sifat kemasakan yaitu puncak rendemen dimana varietas tebu tersebut
harus ditebang, penebangan yang tidak sesuai dengan tipe kemasakannya akan
menurunkan potensi rendemen. Produktivitas yang optimal akan tercapai bila
selama masa gilingnya pabrik gula mendapatkan bahan baku dari varietas yang
dipanen sesuai dengan kemasakannya. Oleh karena itu, komposisi kemasakan harus
diatur agar sesuai dengan kebutuhan giling pabrik gula.
Hal lain
yang perlu diketahui adalah bahwa varietas-varietas
yang saat ini beredar di masyarakat luas, banyak yang telah mengalami degradasi
yaitu penurunan kualitas varietas tebu, baik dari
segi tinggi batang, diameter, rendemen maupun hablur yang
secara otomatis akan berdampak pada hasil akhir produksi gula. Seperti produk teknologi yang lain, varietas tebu
juga mempunyai masa produktif sekitar 5 (lima) tahun. Pertanaman tebu selain
ditumbuhkan dari penanaman bibit (PC), juga dapat tumbuh dari pengeprasan
batang lama. Pengeprasan atau ratooning dapat dilakukan berkali-kali namun
makin tinggi keprasannya produktivitas makin turun. Apabila tidak dikelola
dengan baik, yaitu terus melakukan pengeprasan, produktivas akan turun. Oleh
karena itu pengeprasan disarankan tidak lebih dari dua kali dan setiap kali
membongkar keprasan dilakukan pergantian varietas.
Pergiliran varietas yaitu
mengganti varietas lama dengan varietas baru wajib dilakukan guna menjaga
produktivitas tebu. Kegiatan
meregenerasi varietas ini sudah mulai banyak dilakukan
oleh instansi pemerintah, perusahaan milik negara maupun perusahaan swasta, namun
tahukah anda bagaimana cara mendapatkan varietas tebu unggul baru yang
baik???? Untuk mendapatkan varietas tebu yang baik dapat dilakukan dengan
program pemuliaan tanaman. Tujuan dari program pemuliaan tanaman tebu antara
lain yaitu mendapatkan hasil tebu yang dipanen per satuan luas tinggi, rendemen
tinggi, habitus tegak dan tidak mudah roboh, mudah diklentek, tahan hama
penyakit dan memiliki daya ratoon yang baik.
Pemuliaan tanaman ada dua
macam yaitu secara modern dan tradisional. Pemuliaan tanaman tebu secara modern
adalah dengan rekayasa genetika. Rekayasa genetika memungkinkan pemindahan satu
atau beberapa gen yang dipindahkan dari satu tanaman ke tanaman lain, serta
mampu memindahkan materi genetika dari sumber yang sangat beragam dengan
ketepatan tinggi dan terkontrol dalam waktu yang lebih singkat. Namun, kegiatan
pemuliaan tanaman tebu dengan rekayasa genetika ini memiliki kelemahan antara
lain membutuhkan biaya yang mahal untuk kebutuhan sarana prasarana serta
ketrampilan sumber daya manusia
(analis) yang mumpuni dalam melakukan transfer genetik.
Sedangkan pemuliaan
tanaman secara tradisional dilakukan melalui proses penyilangan atau perbaikan
tanaman. Mengingat tanaman tebu termasuk tanaman menyerbuk silang, maka proses
tradisional ini dilakukan melalui penyerbukan dengan perantara angin, serangga
penyerbuk maupun bantuan manusia. Pemuliaan tanaman secara tradisional memiliki kelemahan
yaitu memerlukan waktu yang cukup panjang hingga dihasilkan varietas unggul
baru.
Mengingat di Indonesia
saat ini hanya ada 2 (dua) lembaga yang telah konsisten di dalam melakukan
perakitan varietas tanaman tebu yaitu P3GI Pasuruan dan Gunung Madu Plantation
Lampung, maka PT. Perkebunan Nusantara X (Persero) di awal tahun 2012 telah mulai
mengembangkan sayap ke arah program pemuliaan tanaman tebu secara tradisional
yaitu melalui persilangan. Kegiatan perakitan varietas tanaman tebu melalui
persilangan ini berlokasi di Pusat Penelitian Gula Kediri dan telah berhasil
mengembangkan 8 (delapan) kombinasi persilangan dengan hasil ± 3.119 biji
semai. Dari biji hasil persilangan tersebut, perlu dilakukan beberapa tahapan
seleksi sebelum pada akhirnya mendapatkan klon unggul harapan yang mampu
menggantikan varietas utama yang telah mengalami degradasi klonal.
Di dalam pelaksanaan persilangan
seringkali dihadapkan pada kendala yang terkait dengan pembungaan tanaman tebu,
karena secara alamiah tidak setiap tanaman tebu dapat berbunga, sementara
persilangan hanya bisa dilakukan antar tetua yang berbunga dan terjadi secara
bersamaan. Meskipun berbunga apabila pembungaannya tidak terjadi secara
bersamaan maka tidak memungkinkan untuk dapat disilangkan. Untuk mengatasi
permasalahan tersebut maka Pusat Penelitian Gula mencoba membangun fasilitas
bangsal pembungaan tebu yang berfungsi untuk membungakan varietas–varietas tebu
yang secara alamiah tidak berbunga agar dapat berbunga, sehingga memperbesar
peluang varietas–varietas potensial yang tidak berbunga agar dapat dijadikan
tetua persilangan.
Rangkaian dari segala kegiatan
yang sudah dilakukan didalam persilangan
adalah proses panjang guna mendapatkan varietas unggul baru yang dapat secara
berkesinambungan mendampingi perjalanan
swasembada gula Indonesia, dan pada
akirnya gula Indonesia tidak hanya menjadi tuan rumah di negeri sendiri, tapi
juga mampu menjadi sumber manihnya kehidupan di negeri lain.