Oleh : SABAR DWI KOMARRUDIN1)
Abstrak
PT
Perkebunan Nusantara X melakukan percepatan pengembangan varietas tebu sebagai
upaya untuk meningkatkan produkstivitas tebu. Salah salu kendala yang dihadapi
adalah adanya hama Penggerek batang. Penggerek batang tebu Chilo aurichilius Dudgeon (Lepidoptera: Pyralidae) menyebabkan
kerugian cukup penting pada perkebunan tebu. Alternatif terbaik untuk
pengendalian penggerek batang ini dalam skala luas adalah dengan menggunakan
varietas tebu resisten dan menggunakan musuh alami sebagai agensia hayati.
Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk membandingkan bobot larva,
bobot kotoran, dan panjang gerekan penggerek batang tebu berkilat C. auricilius yang hidup pada varietas
tebu JR 01, JR 02, JR 03, VMC 86 550, VMC 71-238 TLH 2, PSJT 95-301, PS 862 dan BL. Penelitian didahului dengan
membiakkan larva C. auricilius di
laboratorium, setelah umur 10 hari larva diinfestasikan ke batang tebu ruas
ke-3 dan ke-4. Hasil percobaan menunjukkan bahwa varietas tebu percepatan PTPN
X relatif lebih tahan terhadap serangan
hama C. auricilius dibandingkan
dengan varietas PS 862 sebagai kontrolnya. Selisih bobot larva, bobot kotoran
larva, dan panjang gerekan lebih tinggi pada ruas ke-4 dibanding ruas ke-3.
Kata Kuci: Chilo aurichilius, ketahanan, produktivitas
1. PENGANTAR
PT Perkebunan
Nusantara X melakukan percepatan pengembangan varietas tebu sebagai upaya untuk
meningkatkan produktivitas tebu. Salah salu kendala yang dihadapi adalah adanya
hama Penggerek batang. Penggerek batang tebu Chilo aurichilius Dudgeon (Lepidoptera: Pyralidae) menyebabkan
kerugian cukup penting pada perkebunan tebu..
Data brigade
proteksi PTPN X MT 2017/2018 menunjukkan serangan penggerek batang mencapai
2,93%. Penggerek tebu ini dilaporkan menyebabkan kerugian cukup penting pada
perkebunan tebu di Provinsi Lampung. Serangan penggerek batang tebu pada
perkebunan tebu PT GMP, Lampung Tengah, dilaporkan mencapai 6,43%, sementara
pada varietas rentan kerusakan dapat mencapai 19 % (Sunaryo, 2003).
Perilaku
biologi penggerek batang lebih banyak berada di dalam jaringan tanaman tebu
sehingga hama ini sulit dikendalikan secara kimiawi. Alternatif terbaik untuk
pengendalian penggerek batang tebu dalam skala luas adalah dengan menggunakan
varietas tebu resisten dan menggunakan musuh alami sebagai agensia hayati.
Salah satu tahapan penting dari proses seleksi varietas tebu yang akan
dikembangkan menjadi varietas tahan adalah penelitian tentang bagaimana
karakter biologi dari hama penggerek batang tebu yang diberi makanan dengan
varietas-varietas tertentu. Dari pengujian awal ini diharapkan dapat diketahui
apakah ada jenis-jenis tebu yang mempunyai efek kurang baik terhadap beberapa
aspek biologi dari hama target. Indikator awal yang dapat digunakan untuk
melihat efek dari tanaman tebu terhadap hama penggerek batang antara lain
adalah bobot larva, bobot kotoran, dan panjang lorong gerekan yang dihasilkan.
Indikator-indikator ini relatif mudah untuk diamati dan diukur tetapi sekaligus
cukup representatif untuk mengetahui apakah hama target menyukai tanaman
inangnya.
PTPN X telah
mengembangkan laboratoroium yang memproduksi Trichrogramma spp dan Cotesia
flavipes secara massal untuk dimanfaatkan dalam program pengendalian hayati
penggerek batang. Parasitoid ini paling banyak digunakan dalam pengendalian
hayati (Waage & Ming, 1984), khususnya dengan metode pelepasan inundatif
(Corrigan & Lange, 1994).
2. METODE
PENELITIAN
2.1
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini
dilaksanakan di Laboratorium Hayati, Pusat Peneletian Gula, PTPN X,
Plosoklaten, Kediri, Jawa Timur pada bulan Juli 2018.
2.2
Metode Pelaksanaan Percobaan
Tujuh varietas
tebu yang diuji dalam percobaan ini adalah JR 01, JR 02, JR 03, VMC 86 550, VMC
71-238, TLH 2, PSJT 95-301, dan 2 varietas kontrol PS 862 dan BL yang berumur
tujuh bulan. Dari batang tebu ini dipilih ruas ke-3 dan 4 untuk digunakan
sebagai pakan dari larva penggerek batang berkilat (C. auricilius) instar ke-3
(berumur sepuluh hari). Percobaan disusun dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL)
dengan sembilan perlakuan (varietas tebu) dan masing-masing perlakuan diulang
tiga kali.
Larva C. auricilius yang digunakan dalam
percobaan ini berasal dari media aseptik, yaitu sogolan tebu berumur tiga
sampai empat bulan yang dipotong-potong 8-10 cm dan disusun sedemikian rupa
dalam tabung erlenmayer 1000 ml. Selanjutnya tabung erlenmayer disumbat dengan
kapas, ditutup dengan plastik dan diikat dengan benang, lalu disterilisasi
dengan menggunakan autoclave selama 1,5 jam pada suhu 1210 C dan tekanan 1 atm.
Setelah disterilisasi, tabung erlenmayer berisi sogolan tebu dimasukkan ke
dalam ruang steril yang disinari dengan lampu ultra violet dan disimpan selama
2-3 hari sebelum diinvestasikan dengan telur C. auricilius yang telah
dipersiapkan oleh Laboratorium Hayati, Pusat Peneletian Gula, PTPN X.
Untuk setiap
varietas yang diuji, 5 ekor larva C. auricilius diletakkan ke dalam potongan
ruas tebu dan selanjutnya dimasukkan ke dalam gelas plastik yang telah diberi
bagasse. Pada bagian dasar gelas diberi kertas saring yang berfungsi untuk menampung
kotoran larva. Bagian atas gelas plastik ditutup dengan kain kasa. Empat hari
setelah infestasi larva, dilakukan pengamatan dan pengukuran terhadap indikator
percobaan, yaitu bobot larva, kotoran larva dan panjang gerekan larva.
Penentuan bobot larva dilakukan dengan cara mengukur selisih dari bobot akhir
larva dikurangi dengan bobot awalnya (satuan g/larva) dengan menggunakan
timbangan digital. Bobot kotoran larva uji diukur dengan mengumpulkan seluruh
kotoran larva dengan menggunakan kuas, sedangkan pengukuran panjang gerekan
menggunakan benang dan dilakukan dengan cara menempelkan benang dari ujung awal
liang gerekan hingga ujung akhir liang gerekan larva.
Data yang
diperoleh diuji menggunakan analisis ragam (ANOVA). Apabila analisis ragam
menunjukkan pengaruh nyata pada perlakuan, maka dilakukan uji lanjut dengan uji
Duncan pada taraf nyata 5%, yaitu hasil pengamatan dibandingkan dengan hasil
pengamatan pada perlakuan standar/kontrol.
3. HASIL
DAN PEMBAHASAN
Varietas tebu
Saccharum officinarum memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap
pertambahan bobot larva C. auricilius. Larva C. auricilius yang diberi pakan
tebu varietas BL (tahan) memiliki selisih bobot 0,03 dan 0,07 gram. Pertambahan
bobot larva ini lebih rendah dibandingkan dengan yang terdapat pada varietas PS
862. Secara umum hasil ini memperlihatkan bahwa varietas BL relatif lebih tahan
terhadap serangan hama C. auricilius. Varietas JR 01, JR 02, JR 03, VMC 71-238,
TLH 2, PSJT 95-301 juga bisa dinyatakan tahan terhadap hama C. auricilius
karena memilik selisih bobot larva dibawah varietas PS 862. Varietas VMC 86-550
menghasilkan perbedaan selisih bobot yang signifikan, yaitu 0,11 dan 0,18 gram.
Hasil ini menunjukkan bahwa varietas VMC 86-550 relatif rentan terhadap
serangan hama C. auricilius. Hal tersebut juga didukung dengan panjang gerekan
yang yang lebih panjang dari varietas yang lain (tetapi tidak berbeda nyata
terhadap kontrol PS 862).
Larva C.
auricilius memiliki kesukaan menggerek batang tebu pada ruas ke-4 dibanding
pada ruas ke-3, hal ini ditunjukkan
dengan nilai selisih bobot larva, bobot kotoran larva, dan penjang
gerekan larva lebih besar pada ruas ke-4 dibading ruas ke-3 (Tabel 1).
4. KESIMPULAN
DAN SARAN
Hasil
penelitian menunjukkan bahwa:
1. Varietas
tebu percepatan PTPN X (Varietas JR 01, JR 02, JR 03, VMC 86 550, VMC 71-238, TLH 2, PSJT 95-301) secara
umum relatif lebih tahan terhadap serangan hama C. auricilius dibandingkan dengan
varietas PS 862 sebagai kontrolnya.
2. Selisih
bobot larva, bobot kotoran larva, dan panjang gerekan lebih tinggi pada ruas
ke-4 dibanding ruas ke-3
5. DAFTAR
PUSTAKA
Corrigan, J.E. & J.E.
Laing. 1994. Effects of the rearing host species and the host species attacked
on performance by Trichogramma minutum Riley (Hymenoptera: richogrammatidae)
Biological Control.
Sunaryo. 2003. Mempelajari
Serangan Hama Penggerek Batang di Lapang pada Berbagai Varietas Tebu di Gunung
Madu. Lampung Tengah.
Waage, J.K. & N.G.S.
Ming. 1984. The reproductive strategy of a parasitic wasp I. Optimal progeny
and sex allocation in Trichogramma evanescens. J. of Animal Ecology.